Saat berpidato dalam acara tersebut, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sempat napak tilas soal sejarah lahirnya PDI Perjuangan. Bahkan, suara anak Proklamator Soekarno itu, sempat tercekat saat dirinya menceritakan kisah partai berlambang banteng ini.
Salah satunya adalah saat dirinya didatangi beberapa orang dari pemerintahan pada tahun 1993. Kata Mega, orang-orang itu mengatakan dirinya tidak punya hak untuk dipilih, tetapi tetap diizinkan untuk memilih.
Saat itu, dia membuat surat terbuka untuk mengabarkan hal tersebut kepada para pendukung PDI untuk tetap menggunakan hak suaranya. Namun, justru kebalikannya, PDI terpuruk karena banyak pendukungnya tidak menggunakan hak suaranya.
"Saya pikir warga PDI akan nurut untuk tetap memilih. Tetapi warga PDI pada waktu itu justru melakukan drama tidak mau memilih. Itulah sebabnya suara PDI turun drastis. Mereka bukan sedih malah bersorak," kata Mega dengan suara menahan tangis.
Drama berlanjut ketika Pemilu 1999. Saat itu, menurut Mega, dia sudah diperbolehkan untuk memilih dan dipilih. Namun, syaratnya partai yang dibesarkannya tersebut harus berubah nama dan atas dasar itulah Presiden Kelima RI itu mengubah nama partai PDI menjadi PDI Perjuangan.
"Saya diberitahu boleh ikut asal merubah nama. Makanya namanya menjadi PDI Perjuangan dan 1 Februari 1999 namanya disahkan. Itulah salah satu perjalanan PDI Perjuangan," ungkapnya.
Sebut kader PDIP bukan kader 'kutu loncat'
Dalam orasi politiknya itu di hadapan Kadernya, Megawati Soekarnoputri juga menyindir politisi yang suka pindah partai atau politisi 'kutu loncat'.
Meski kata Mega fenomena politisi kutu loncat banyak terjadi di sejumlah partai, namun, hal itu tidak akan terjadi dipartai yang dia pimpin.
"PDIP mengalami pasang naik dan pasang surut. Kita alami kekalahan dalam pemilu. Contoh pada 2004 dan 2009. Meskipun kalah, partai ini tidak pernah pilih jalan pintas. Tak asal comot caleg apalagi dari parpol lain," ucap Megawati.
Dia ini mengatakan, PDIP adalah partai yang terbuka bagi siapapun. Namun, kata Mega, tak ada kader karbitan yang masuk ke dalam partainya itu.
Kader karbitan yang dimaksud Mega adalah orang yang masuk jelang pemilu dan mengaku sebagai kader partai. Tapi ketika mencapai keingiannya, orang itu akan pindah ke partai lainnya.
"Mengaku kader tapi ketika tak direkomendasikan lalu loncat ke partai lain. Partai ini bagi kami bukan kendaraan untuk lompat kekuasaan. Ada fenomena pragmatisme politik," katanya.
Meski berusaha menghindari kader karbitan, namun, Mega mengakui fenomena tersebut pernah terjadi di partainya. Walaupun begitu dirinya menegaskan tidak akan pernah menyesal kehilangan kader partai seperti itu. Apalagi, PDI Perjuangan mementingkan kader ideologisnya.
"Kita tak kecil hati kehilangan politisi pragmatis seperti itu," ujar Megawati.