Aku ingat pernah melihat potongan gambar macam itu, di dalam komik milik majikanku, ketika ia menjadikan halaman komik usangnya sebagai wadah untuk meletakkan makananku. Di halaman itu, aku melihat dua manusia yang terlibat perkelahian. Keduanya berupaya saling bunuh. Di sekelilingnya, kerumunan binatang raksasa menyaksikan perkelahian tersebut sembari memprovokasi, memanaskan nafsu saling bunuh dua manusia itu.
"Ayo terus berkelahi, seperti kalian mengadu binatang sewaktu hidup kalian di dunia dulu itu!" kata seekor ular raksasa yang berada di antara kerumunan.
Penggalan cerita yang kututur di atas adalah kisah soal dua manusia yang semasa hidupnya kerap menyiksa binatang, menjadikan bangsa kami bahan aduan. Ketika dua manusia itu mati, itulah karma buruk harus mereka terima di ruang pembalasan paling panas: neraka. Dan ketahuilah, komik Siksa Neraka adalah fiksi yang didasari oleh keyakinan teologi yang kuat. Jadi, doaku soal balasan untuk para manusia yang doyan menyiksa binatang bukanlah omong kosong belaka.
Potongan kisah komik Siksa Neraka
Narasi soal dua petarung yang disiksa kerumunan binatang di neraka itu bukan satu-satunya plot fiktif yang diangkat. Sejak tahun 70 hingga 90-an, pihak penerbit Siksa Neraka, Pustaka Agung Harapan telah menerbitkan puluhan judul dengan tema serupa, soal karma buruk, bagaimana pendosa harus menyucikan diri mereka di rendaman cairan nanah mendidih atau membersihkan noda dosa dengan sikat yang menguliti seluruh kulit hingga tulang mereka.
Meski fiktif, seri komik Siksa Neraka tetap mengangkat sejumlah nilai dan penafsiran terkait ajaran agama Islam. Soal neraka yang berlapis-lapis, misalnya. Dalam komik ini, digambarkan jelas bagaimana orang jahat dilempar ke Neraka Jahanam. Mereka yang setengah durjana di tempatkan di neraka-neraka lain yang berada di lapisan lebih tinggi: Neraka Sa'ir di atas Jahanam, hingga Neraka Hawiyah bagi mereka yang membawa dosa-dosa ringan.
Tiap tingkatan neraka, digambarkan berbagai siksaan untuk para pendosa, mulai dari diintimidasi berbagai makhluk menyeramkan --sebagaimana dijelaskan di awal-- hingga manusia yang badannya digilas setrika, kupingnya ditembus besi panas, hingga orang-orang yang dipaksa minum air dari telaga berisi darah dan nanah. Tidak ketinggalan soal tubuh yang terbakar api.
Kepopuleran komik Siksa Neraka bertahan cukup lama. Dari tahun 70-an, Siksa Neraka ada di dalam tas sekolah anak-anak belasan tahun. Masa itu adalah waktu ketika mengaji bukan satu-satunya cara menata akhlak anak-anak. Suka atau tidak suka, komik Siksa Neraka bisa membawa anak-anak hari itu ke jalur agama.
Animal abuse di Pekalongan
Kasus yang terjadi pada kucing malang di Pekalongan itu memang tampak begitu miris. Menyedihkan sekaligus menyulitkan. Iya, begitu sulit rasanya mencari alasan masuk akal yang melandasi kelakuan ML. Tega-teganya ia mengikat tubuh seekor kucing ke sepeda motornya dan menyeret tubuh kucing malang itu di jalanan beraspal. Yang jelas, polisi sudah menangkap ML.
Menurut keterangan Kapolsek Wiradesa, Pekalongan, Jawa Tengah, AKP Yoris Prabowo, ML yang saat kejadian dibonceng motor menunjukkan indikasi gangguan jiwa. Makanya, polisi kemudian membawa pria 29 tahun itu ke rumah sakit untuk diperiksa kondisi kejiwaannya. Selain ML, polisi tengah memburu pelaku lain yang merupakan pengendara motor.
"Pelaku dibawa ke rumah sakit, mengingat selama pemeriksaan yang dilakukan petugas kepolisian, memberikan keterangan yang berubah-rubah ... Pelaku satu ini, masih berupaya kami ungkap. Dia peranannya yang mengendarai motor," kata Yoris ditulis detikcom, Senin (11/2/2019).
Soal dugaan gangguan jiwa ini, Founder Animal Defender Indonesia, Doni Herdaru sempat mengungkap pandangannya. Di akun Instagram @doniherdaru, ia menjelaskan pentingnya penegakan hukum dalam kasus penyiksaan hewan. Dan indikasi gangguan jiwa dalam diri pelaku penyiksaan itulah yang menurut Doni harus menjadi perhatian pihak berwenang.
Bukan apa-apa, dalam banyak kasus, penyiksaan hewan seringkali menjadi tanda awal dari kekejaman lain yang mungkin dilakukan oleh si penyiksa. Doni bilang, di Amerika Serikat, pelaku penyiksaan binatang akan diawasi dengan ketat oleh otoritas. Sebab, otoritas setempat nyatanya memang menemukan pertalian kuat antara penyiksaan hewan dengan sejumlah kasus pembunuhan.
"Karena penyiksaan hewan macam gini (Pekalongan) merupakan indikasi awal bahwa ada gangguan jiwa dan akan berkembang dan meningkat kekejamannya. Dan korbannya akan bergeser ke manusia, anak-anak lalu yang lemah-lemah. Ini berdasarkan riset dan pengamatan pihak berwenang di Amerika Serikat. FBI sekarang mencatat dengan seksama kasus-kasus animal abuse. Mereka memantau ketat karena pelaku animal abuse di kemudian hari berkembang menjadi pembunuh berantai, pembunuh massal, dan sebagainya," tulis Doni.
Jadi, penanganan kasus-kasus penyiksaan hewan memang harus dilihat secara komprehensif. Maksudnya, ada sejumlah kasus yang memang dapat ditindaklanjuti dengan edukasi. Tapi, kasus di Pekalongan ini, bagaimanapun adalah penyiksaan yang amat enggak wajar. Pada akhirnya, mau tak mau, campur tangan penegak hukum jadi harga mati.
"Jadi, ada yang kita bisa edukasi, ada yang kita harus gas."
View this post on Instagram
RekomendasiPopular
Saat Dua Elite Saling Puji di HUT Golkar: Prabowo Semringah, Bahlil Tertawa Tepuk Paha
06 Dec 2025 06:041Gerindra Marah Lihat Bupati Aceh Selatan Umrah Usai Ngeluh Tak Sanggup Tangani Bencana
06 Dec 2025 07:492Prabowo Klaim Pemerintah Kerja Cepat Atasi Bencana tapi Warga Tamiang Berkata Sebaliknya
06 Dec 2025 07:073