Jadi Pengawas Pemilu 2019 itu Berat Loh

| 16 Mar 2019 08:38
Jadi Pengawas Pemilu 2019 itu Berat <i>Loh</i>
Diskusi Bawaslu di Denpasar (Diah/era.id)
Bali, era.id - Maraknya peredaran berita bohong atau hoaks terkait kepemiluan membuat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) repot. Kerja mereka jadi lebih berat. Kenapa? Karena kabar hoaks kini juga menyasar lembaga penyelenggara pemilu. 

Hal ini diungkapkan oleh salah satu anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin. Dirinya mengakui pada pemilu tahun sebelumnya, pengawasan informasi hoaks tidak sesulit saat ini.

Katakanlah begini, jika dulu banyak berita bohong yang disebarkan melalui spanduk atau brosur. Maka penindakannya hanya perlu mencopot atau menarik semua selebaran yang beredar. 

"Tapi kalau sekarang ini hoaks menyebar di media sosial. Bahkan, modus yang sekarang terjadi, begitu dibikin oleh media dengan tanda kutip media abal-abal, dicapture di medsos, medianya bisa segampang itu dibuang dan tidak bisa lagi di verifikasi," tutur Afif di Hotel Mercure, Badung, Bali, Jumat (15/3/2019) malam. 

Hoaks yang disebarkan di jaringan internet ini, kata Afif memiliki daya rusak yang sangat besar bagi proses penyelenggaraan pemilu. Menurutnya, upaya pemberantasan hoaks ini menjadi tantangan tersendiri bagi Bawaslu dan KPU.

Afif pun sempat curhat mengenai berita bohong soal adanya tujuh kontainer berisikan surat suara yang sudah tercoblos, atau kabar pendistribusian surat suara menggunakan truk bertuliskan bahasa asing. 

"Bagi penyelenggara, berita bohong ini bisa jadi juga ke kitanya itu berdampak lain. Bukan kita mendramatisir, ini bisa berdampak kekerasan dalam tanda kutip. kekerasan itu bisa dari segi fisik maupun non fisik," ucap Afif. 

Bahkan akun media sosial Bawaslu dan KPU juga menjadi sasaran ketidakpercayaan dari informasi hoaks yang beredar. Tak jarang komentar-komentar pedas disampaikan warganet untuk menyerang secara pribadi. 

"Penyebaran hoaks 7 kontainer itu dampaknya yang mau disasar kan ketidakpercayaan ke KPU dan Bawaslu," imbuhnya.

Dampaknya, kalau orang yang kemakan hoaks ini tidak mengecek fakta-fakta lagi, maka akan muncul dengan yang disebut sebagai kebencian, kejengkelan, dan ketidaksukaan terhadap penyelenggara pemilu. 

Biar kalian tahu saja, sepanjang masa kampanye dan pemilu 2019. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berhasil menjaring 771 konten hoaks atau berita palsu, mayoritas berita hoaks yang ditemukan berkaitan dengan politik.

Tak kurang selama tujuh bulan terakhir dari Agustus 2018 hingga Februari 2019 tak kurang dari 771 informasi hoaks berhasil teridentifikasi Kominfo. Bahkan jumlah konten hoaks naik dua kali lipatnya di bulan Februari 2019.

Dengan rincian pada bulan Agustus 2018, terdapat 25 konten hoaks yang diidentifikasi. September 2018, naik menjadi 27 hoaks, sementara di Oktober dan November 2018 masing-masing di angka 53 dan 63 hoaks. Pada Desember 2018, jumlah konten hoaks naik di angka 75 konten.

 

Rekomendasi