Curhatan Ketua KPU Soal Ditolaknya Penambahan Honor KPPS

| 27 Apr 2019 16:22
Curhatan Ketua KPU Soal Ditolaknya Penambahan Honor KPPS
Suasana diskusi KPU di Menteng (Foto: Diah/era.id)
Jakarta, era.id - Pemilu 2019 sudah dilaksanakan. Meski masih ada TPS yang melaksanakan pemungutan suara ulang dan susulan, sebagian besar TPS yang telah menyelesaikan pemungutan suara sedang melakukan proses rekapitulasi hasil suara di tingkat daerah. 

Ketua KPU Arief Budiman mengaku, desain Pemilu 2019 secara serentak memang cukup berat. Hal ini berdampak pada banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Pengawas TPS yang jatuh sakit hingga meninggal dunia. 

"KPU diprotes, dicacimaki, dibilang enggak manusiawasi karena petugas kerja nonstop enggak pakai istirahat. Padahal, kami hanya menjalankan UU pemilu yang mengatakan pemungutan suara dan penghitungan harus selesai sampai jam 12 siang di hari berikutnya," kata Arief dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4/2019).

Arief bilang KPU sudah memerintahkan kepada petugas di lapangan untuk mengatur ritme kerja masing-masing. Misalnya, persiapan TPS mulai dari pukul enam pagi, kemudian istirahat pukul 1 siang, lanjut bekerja dan atur waktu istirahat lagi. Tapi, fakta situasi di lapangan ternyata tidak seperti itu. 

"Kadang-kadang saking semangatnya, ya udah segera kita selesaikan, ya itu sampai kemudian oleh ahli lesehatan ini kerja yang tidak wajar, artinya melampaui kapasitas kemampuan. Padahal ini berbahaya," jelas Arief. 

Lalu, apakah KPU tidak melakukan sesuatu untuk mengantisipasi kerja berat KPPS ini? Arief bilang KPU sudah mengupayakan antisipasi sejak awal. 

Berdasarkan hasil simulasi pemungutan suara jauh hari sebelumnya, Arief sudah menyadari bahwa ini kerja yang berat. Ia pun telah mengajukan penambahan anggaran kepada pemerintah untuk menambah honor KPPS yang ditetapkan sebesar Rp550 ribu. 

"KPPS ini kerjanya berat, bebannya jauh lebih berat daripada Pemilu 2014, kami usulkan honornya ditambah, tapi ditolak, jadi miris. Hati kecil saya menangis," kata Arief. 

Pandangan Arief soal penolakan ini, karena mungkin pemerintah memiliki anggaran yang terbatas. Bahkan, dari anggaran Pemilu 2019 yang totalnya sekitar Rp25 triliun itu, sebagian besar dialokasikan untuk pembentukan, honor, dan belanja barang petugas penyelenggara pemilu. 

"Mungkin kemampuan anggaran terbatas, jadi enggak bisa tambah honor. Kami ajukan asuransi, juga tetap enggak bisa. Akhirnya kami tetap jalan lah," kata dia. 

Akhirnya, jalan lain yang diambil KPU adalah dengan mengajukan santunan kepada petugas KPPS yang terkena musibah, baik kelelahan hingga jatuh sakit atau bahkan sampai meninggal. Besaran santunannya hingga saat ini masih diproses. 

Menanggapi, politisi PDIP mempertanyakan kepada Arief soal siapa yang menolak pengajuan tambahan honor KPPS. Sambi tersenyum, Arief tak ingin menjawab. 

"Itu biar Bang Effendi (Simbolon) saja yang jelaskan," tutur Arief. 

Kemudian politikus PDI-P itu menjawab. "Yang nolak kalau enggak salah Menteri Keuangan. Kalau PDIP mah enggak nolak," jawabnya. 

 

Tags : pilpres 2019
Rekomendasi