Gedung DPR 'Kosong' Ditinggal Penghuninya

| 21 Mar 2019 14:44
Gedung DPR 'Kosong' Ditinggal Penghuninya
Gedung DPR. (era.id)
Jakarta, era.id - Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat pengesahan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (19/3) sepi. Tidak seperti biasanya, kursi dalam ruang rapat paripurna itu hanya terisi 29 anggota dari total 560.

Pengamat Politik Universitas Al-azhar, Ujang Komarudin bilang, jika melihat psikologis dari anggota dewan saat ini, mereka sedang dilanda kebingungan, hadir di DPR atau harus mengamankan posisi mereka di daerah pilihan (Dapil)? 

Fenomena kosongnya kursi DPR ini juga berkaitan dengan kondisi politik saat ini. Para anggota DPR yang kembali mencalonkan diri pada Pileg 2019 harus berjuang mempertahankan posisinya di dapilnya.

Apalagi, dalam undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, syarat ambang batas bagi partai politik sebesar 4 persen, ini yang membuat para caleg harus bekerja ekstra.

"Iya kalau kita melihat dari psikologi anggota DPR maka mereka dalam 'malas-malasan'. Kenapa? Secara psikologi mereka itu harus mengamankan jabatannya, harus mengamankan dapilnya. Demi mereka terpilih mereka merelakan bangku di DPR kosong, mereka pergi ke Dapil untuk mengamankan Dapilnya," katanya kepada era.id, di Jakarta, Kamis (21/3/2019).

Ujang menjelaskan, pileg dan pilpres yang hanya tinggal 27 hari menjelang pemungutan suara pada 17 April ini, merupakan masa krisis bagi para anggota DPR yang mencalonkan diri lagi. 

"Ini detik-detik terakhir ibaratnya diujung tanduk nasib mereka. Ini kan periodik 5 tahunan, jika mereka terpilih lagi maka mereka akan berkantor lagi di Senayan. Ketika dia gagal maka dia tidak akan punya jabatan. Memang ini lah pilihannya, lebih mengosongkan bangku di DPR, tidak hadir di rapat dan sidang lainnya, atau lebih memilih dapil sebagai acuan pertama dipenghujung ini," jelasnya.

Ketua DPR pasang badan

Ketua DPR, Bambang Soesatyo memberikan pembelaan atas kosongnya gedung DPR pada tanggal 19 Maret. Pria yang akrab disapa Bamsoet ini bilang, rapat paripurna itu sejatinya tidak digelar pada hari Selasa (19/3) tapi Kamis (28/30). Tapi dipercepat karena batas akhir jabatan hakim MK tanggal 21 Maret. 

Bamsoet bilang, agenda rapat dadakan ini membuat para anggota dewan ke Senayan. Katanya, ada ratusan anggota dewan yang mengirimkan surat kepada pimpinan DPR, bahkan ada yang meminta izin secara langsung kepada dirinya karena sedang mengunjungi dapil.

"Sebagian sekitar 200 mengirim surat resmi ke pimpinan dan ada yang langsung mengontak saya. Saya beri izin untuk tidak meninggalkan daerahnya dan mempersiapkan agenda nasional, yaitu pemilu. Itu juga tugas negara. Mereka digaji untuk kerja-kerja politik, pilpres dan pileg adalah bagian dari tugas politik," tutur Bamsoet.

Katanya, jika ada yang harus disalahkan, dirinya lah yang paling pantas dipersalahkan karena telah memberikan izin kepada para anggota dewan untuk tidak hadir dalam rapat paripurna pelantikan hakim konstitusi.

"Saya sebagai pimpinan DPR memberikan izin kepada mereka. Jadi saya yang salah. Mohon maaf, saya memilih kepentingan yang lebih besar daripada paripurna," tuturnya.

Rekomendasi