Kritik untuk Gaya Komunikasi Politik PSI

| 21 Mar 2019 15:34
Kritik untuk Gaya Komunikasi Politik PSI
Ilustrasi (era.id)
Jakarta, era.id - Survei Litbang Kompas mencatat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai partai baru yang paling ditolak oleh masyarakat. Partai yang dipimpin Grace Natalie ini, ditolak oleh 5,6 persen masyarakat dan hanya memperoleh elektabilitas sebesar 0,9 persen.

Sementara, partai yang seangkatan dengan PSI, Partai Perindo memperoleh elektabilitas 1,5 persen dengan resistensinya 1,9 persen. Lalu, Partai Berkarya elektabitasnya sebesar 0,5 persen dengan resistensi 1,3 persen. Serta, Partai Garuda memiliki elektabilitas 0,2 persen dengan resistensi 0,9 persen.

Menanggapi hasil survei untuk PSI itu, pengamat politik Lembaga Analisis Politik Indonesia Maksimus Ramses Lalongkoe bilang, ada yang salah dari cara komunikasi yang dilakukan oleh PSI untuk meraih dukungan. 

"Dalam komunikasi politik ada komunikator, materi, dan ada sasaran. Kalau misalnya, beberapa faktor tidak mendukung dalam proses marketing politik jadi resisten masyarakat," kata Maksimus saat dihubungi, Kamis (21/3/2019).

Dia menilai, ada beberapa hal yang membuat resistensi masyarakat begitu tinggi terhadap PSI. "Pertama, publik begitu ingin mengetahui siapa pendanaan PSI. Itu jadi tolok ukur. Kalau soal ini enggak jelas, kan sebenernya bisa jadi pertanyaan di masyarakat."

Selanjutnya, tambah dia, pernyataan dari figur partai yang kurang baik malah membuat resistensi masyarakat semakin besar. Padahal, kata dia, dalam ilmu komunikasi politik, komunikator merupakan yang paling penting untuk perhatian masyarakat. "Ketika komunikator ini kurang mampu meyakinkan masyarakat, atau sikap-sikap mereka, misalnya tidak cukup elok maka masyarakat akan antipati terhadap partai itu," ungkapnya.

Selain itu, PSI yang terlalu aktif di media sosial malah jadi blunder partai baru tersebut. Apalagi, komentar mereka kerap menimbulkan kontroversi. Apalagi di era seperti saat ini, media sosial merupakan tempat untuk pemilih mencari informasi.

"Ketika kader PSI menyampaikan komentar soal satu hal lalu mengundang kontroversi di masyarakat atau pernyataan dia enggak disukai oleh masyarakat luas, itu bisa mempengaruhi," kata Maksimus.

Ditambah, karakter pemilih Indonesia adalah memilih figur. Karenanya, ketika salah satu figur partai politik membuat blunder maka itu berimbas kepada partainya. "Kekuatan elektabilitas orang sebenarnya menjadi kekuatan partai itu sendiri," ujar dia.

Rekomendasi