Rumah sakit ini ditetapkan tim gabungan penanggulangan bencana sebagai pusat penanganan jenazah korban banjir bandang Sentani Jayapura dan longsor di Kota Jayapura, pada 16 Maret lalu.
Elis berkisah, si buah hati yang masih balita itu hilang saat banjir bandang menerjang pemukiman warga Kampung Kemiri Sentani, Sabtu (16/3) sekitar pukul 08.30 WIT.
Ketika itu, ia, sang suami Riksi Werinusa dan dua orang orang anaknya keluar dari rumah, berusaha menyelamatkan diri.
Namun tak lama setelah keluar dari pintu, tiba-tiba air bencampur gelondongan kayu dan lumpur setinggi tiga meter, menyeret mereka hingga membuat bangunan rumahnya porak poranda.
Reksi yang tergores seng di bagian pelipisnya, selamat dari peristiwa itu. Dia langsung mencari anggota keluarganya yang lain.
"Kami tak tahu minta tolong sama siapa. Air semakin tinggi dan disusul lumpur dan gelondongan kayu menimpah kami. Datangnya bukan langsung dari Gunung Cyclop ke arah kami, melainkan dari jalan utama," kata Elis saat diwawancarai era.id beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Riksi mengucapkan syukur karena keluarganya kini telah lengkap meski sempat terpisah beberapa waktu lalu.
"Kami baru tahu dari rumah sakit jika jenazah anak kami sudah ditemukan, kami terus mencarinya sejak dia hanyut malam itu dan Puji Tuhan jenazahnya ditemukan," ujar dia saat mengambil jenazah Alkie dari ruang jenazah untuk dibawa pulang dan dimakamkan.
Banjir bandang Sentani Jayapura (Paul Tambunan/era.id)
Kemudian, Riksi bercerita tentang banjir itu. Saat banjir mulai deras, mereka berempat berada di dalam rumah. Mereka bermaksud keluar untuk mencari tempat yang aman. Namun, setelah membuka pintu dan sempat di halaman, tiba-tiba, dari depan air dari yang berwana hitam langsung menghantam rumah mereka. Alkie yang hanya mengenakan popok terlepas dari pelukan ayahnya, dan hanyut.
Riksi yang melihat anaknya hanyut langsung mengejar dan berhasil menangkapnya. Tiba-tiba atap rumah jatuh dan menimpa Riksi. Sedangkan Alkie yang sempat dipegang pun terlepas dan hanyut.
Riksi terjatuh, lalu terseret banjir ke kali. Beruntung ia selamat setelah memegang akar pohon yang terbawa banjir dalam peristiwa itu.
"Kalau saya tidak berpegangan saya pasti hanyut dan mungkin sudah hilang," kata dia.
Begitu juga dengan sang istri, Elis, dia terhanyut namun tertahan oleh pohon. "Saya juga terseret tapi badan saya tertahan pohon, beruntung kepala saya tidak tenggelam sehingga bisa berteriak minta tolong," ujar Elis.
Sementara Ines (6) anak sulung mereka juga terseret banjir tetapi tersangkut di atas pohon.
"Hanya kakinya yang luka karena terlilit dahan-dahan pohon. Saya teriak menyuruh dia bergerak ke tempat yang lebih tinggi," kata Reksi mengisahkan anak sulungnya yang selamat.
Riksi mengatakan, air yang masuk ke pemukiman tampak berwarna hitam dan hanya hitungan detik langsung menenggelamkan rumah-rumah di kompleks atas bukit. Air itu menyeret semua barang dan warga yang ada.
Pasangan suami istri yang masih muda ini pun tegar dan bersyukur karena masih bisa menemukan jenazah anaknya, sehingga bisa dimakamkan selayaknya.
Banjir bandang Sentani Jayapura (Paul Tambunan/era.id)
Pantauan era.id, hingga hari ketujuh pasca banjir bandang Sentani, Tim DVI berhasil mengidentifikasi 75 jenazah dari 97 kantong jenazah yang masuk ke RS Bhayangkara.
Sementara 22 kantong jenazah lainnya masih dalam proses indetifikasi. Sedangkan tim gabungan pencarian korban baru menemukan 105 jenazah dari sekitar lokasi bencana, dari 166 laporan orang hilang ke Pos Induk.
Selain Alkie, ada tiga jenazah lainnya yang juga berhasil diidentifikasi pada Minggu kemarin, yakni Randi Wakum bayi laki-laki umur 7 bulan, Glori Wanimbo bayi perempuan umur 1 tahun dan Martha Sokoy (7).
Kabid Dokkes Polda Papua Kombes Ramon Amiman mengatakan, pihaknya masih terus melakukan identifikasi terhadap 22 kantong jenazah yang masih ada.
"Pilihan pemakaman massal oleh pemerintah tidak akan menghentikan proses identifikasi. Kita akan lakukan Test DNA untuk mengantisipasi apabila ada pihak keluarga korban mencari keberadaannya," jelas Kombes Ramon. (Paul Tambunan)