Kasus Novanto dari Masa ke Masa...

| 07 Nov 2017 04:52
Kasus Novanto dari Masa ke Masa...
Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR RI, Setya Novanto (ZAKIYAH/era.id)
Jakarta, era.id - Nama Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto beberapa kali disebut terlibat dalam perkara hukum atau dugaan korupsi. Namun, dia dikenal licin dan bisa menjauhkan diri dari pusara kasus yang dikaitkan dengannya.

Berikut kasus yang dikaitkan dengan Novanto;

1. Cassie Bank Bali

Kasus ini mencuat pada 1999 dan Novanto disebut berperan dalam pengalihan piutang (cassie) Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Dalam kasus ini, Bank Bali diketahui mentransfer uang Rp 500 miliar kepada perusahaan milik Novanto, Djoko Tjandra, dan Cahyadi Kumala, PT Era Giat Prima.

Namun, kejaksaan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) pada 18 Juni 2003 untuk kasus yang nilai merugikan negara hingga Rp 904 miliar itu.

2. Impor beras

Novanto disebut sengaja memindahkan 60.000 ton beras dari pabean ke nonpabean bersama rekannya, Idrus Marham. Novanto pernah diperiksa untuk kasus yang merugikan negara hingga Rp 122 miliar itu namun tidak dijadikan tersangka.

3. Korupsi PON Riau

Novanto disebut mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin terlibat dalam korupsi pembangunan venue Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau, 2012. Menurut Nazarudin, Novanto mengatur aliran dana untuk anggota DPR agar pencairan APBN untuk proyek tersebut lancar.

Novanto kemudian diperiksa sebatas saksi dengan tersangka mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal. Dalam pemeriksaan, Novanto membantah semua tuduhan tersebut.

4. Papa minta saham

Kasus ini geger setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melaporkan Novanto ke Majelis Kehormatan Dewan DPR dengan tuduhan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat ingin meminta imbalan untuk memuluskan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

Laporan Sudirman kemudian direspons MKD dengan menyatakan Novanto melanggar kode etik. Namun Novanto memilih mengundurkan diri sebagai Ketua DPR RI sebelum MKD memberikan sanksi. Posisi Ketua DPR kemudian dijabat politisi Golkar, Ade Komarudin.

Novanto lalu mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan. MK mengabulkan gugatan Novanto dan memutuskan bahwa bukti elektronik harus atas permintaan polisi dan penegak hukum lainnya.

Dengan putusan itu, rekaman pembicaraan Novanto dalam kasus papa minta saham tidak bisa dijadikan sebagai barang bukti untuk menjeratnya.

Setelah memenangi pemilihan Ketua Umum Partai Golkar pada 17 Mei 2016, Novanto kembali menjabat Ketua DPR dan dilantik pada 30 November 2016.

5. Kasus E-KTP

Dalam kasus ini, Novanto diduga menerima uang Rp 574 miliar dan ikut mengatur anggaran untuk anggota DPR guna memuluskan proyek tersebut.

Setelah melakukan penyelidikan, KPK kemudian menetapkan Novanto sebagai tersangka. Novanto tetap menyatakan dirinya tidak terlibat dalam korupsi proyek e-KTP dan mengajukan praperadilan.

Hakim tunggal yang menangani praperadilan Novanto, Cepi Iskandar, menyatakan penetapan tersangka Setya Novanto oleh KPK tidak sah. Putusan itu dibacakan dalam sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2017).

Putusan Cepi itu berdasarkan penetapan tersangka Novanto oleh KPK yang dinilai sudah dilakukan di awal penyidikan.

Menurut Cepi, penetapan tersangka seharusnya dilakukan di akhir penyidikan suatu perkara untuk menjaga harkat dan martabat seseorang.

Kemudian, Cepi juga menilai alat bukti yang digunakan KPK untuk menjerat Novanto tidak sah karena berasal dari penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto yang sudah divonis bersalah melakukan korupsi e-KTP.

Setelah putusan praperadilan itu, beredar surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (sprindik) KPK untuk Novanto terkait kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Sprindik tersebut diteken Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman pada 3 November 2017.

Menurut "sprindik" yang beredar, KPK sudah memulai penyidikan mulai 31 Oktober 2017 pada perkara korupsi proyek e-KTP tahun 2011-2012 yang diduga melibatkan Setya Novanto bersama-sama Anang Sugiana Sudihardjo dan Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Dirjen Dukcapil Kemendagri, dan Sugiharto selaku pejabat pembuat kebijakan Ditjen Dukcapil Kemendagri.

 

Tags :
Rekomendasi