Negara tersebut antara lain Papua Nugini, Timor Leste, Afganistan, Republik Kepulauan Fiji, Meksiko, hingga Negeri Jiran Malaysia. Mereka, kata Arief, mengundang KPU untuk berdiskusi soal penyelenggaraan pemilu kita.
"Banyak yang datang dan diskusi dengan kita. Mereka mau evaluasi pemilu di negaranya dan mempelajari sistem pemilu kita," kata Arief di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2019).
Arief bilang, mayoritas dari negara-negara tersebut ingin menyontek Sistem Informasi Penghitungan (Situng) yang digunakan sebagai publikasi hasil penghitungan suara Pemilu 2019.
Mereka merasa kagum dengan Situng KPU, lantaran bisa menampilkan data hasil pencoblosan di setiap TPS secara cepat. Terlepas dari Situng yang sempat dipermasalahkan oleh salah satu peserta Pemilu presiden, bukan berarti kehadiran Situng tidak diperhitungkan dampak baiknya.
Apalagi terkait Situng yang dipermasalahkan tadi, KPU mampu melewatinya dengan menjawab seluruh tudingan yang masuk dalam dalil permohonan sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Paling banyak yang ingin ditiru adalah Situng kita. Situng kita luar biasa lho, menampilkan hasil dari setiap TPS. Mereka punya teknologi bagus, tapi yang ditampilkan adalah hasil akhir. Per TPS mereka belum punya, ditampilkan sama berita acara dan penghitungan," jelas Arief.
"Mereka itu kagum. Dari 17 ribu pulau lebih yang mencakup 190 juta pemilih, partainya banyak, pemilu bisa jalan dengan lancar," lanjutnya.
Nah, yang paling anyar, sambung Arief, KPU Papua Nugini dan Malaysia katanya mau belajar sistem pemilu di Indonesia. Mengingat, mereka sedang melakukan reformasi hukum pemilu mereka.
"Sekarang yang sedang melakukan reformasi hukum dan belajar ke kita itu setidaknya ada dua, Malaysia sama Papua Nugini. Makanya, mereka pingin tahu Indonesia bisa sukses melaksanakan ini gimana," terangnya.