Dawuh Mbah Moen: Orang Berilmu Meninggalnya Hari Selasa

| 06 Aug 2019 16:40
<i>Dawuh</i> Mbah Moen: Orang Berilmu Meninggalnya Hari Selasa
Mbah Moen saat muda. (Foto: santrijagad.org)
Jakarta, era.id - Harapan KH Maimoen Zubair atau yang akrab disapa Mbah Moen untuk berpulang ke rahmatullah pada hari Selasa, akhirnya terwujud. Tadi, (6/8/2019) sekitar pukul 04.00 subuh waktu Makkah, Arab Saudi, Mbah Moen menghembuskan nafas terakhirnya. 

Menantu Mbah Moen, KH Zuhrul Anam Hisyam (Gus Anam) melalui akun Facebook-nya bercerita, Mbah Moen pernah minta didoakan supaya bisa berpulang pada hari Selasa. Harapan tersebut bukan sekonyong-konyong keluar dari lisan Mbah Moen, namun berdasarkan kepercayaan, Selasa merupakan waktu mangkatnya orang-orang berilmu.

"Mbah Yaii Maimun pernah dawuh, minta didoakan meninggal pada hari Selasa karena biasanya orang ahli ilmu itu meninggal nya hari Selasa. Dan minta didoakan meninggal di Makkah pas haji, tulis Gus Anam di akun Facebooknya, Selasa (6/8/2019).

"Masya Allah, diijabah oleh Allah semuanya," sambung dia.

Sudah barang tentu jika predikat orang berilmu ada pada diri Mbah Moen. Dia mempelajari ilmu agama sejak kecil dari ayahnya sendiri, KH Zubair, yang sudah tidak diragukan lagi kematangan ilmunya. Sejak usia 17 tahun, Mbah Moen sudah menghafal sejumlah kitab kuning seperti kitab-kitab nadzam Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq, serta Rohabiyyah fil Farodil. 

Seiring dengan itu, Mbah Moen juga sudah menyerap ilmu-ilmu dari kitab-kitab fiqih aliran mazhab Asy-Syafi'i seperti kitab Fathul Qorib, Fathul Mu'in, dan Fathul Wahhab. 

Memasuki umur 21, Mbah Moen melanjutkan studinya ke Makkah. Di sana, dia berguru kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Mailiki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly, dan beberapa ulama terkenal lainnya.

Tak cukup sampai di situ, setelah kembali ke tanah air, Mbah Moen memperdalam lagi ilmunya dengan mengaji kepada ke beberapa ulama besar di Jawa. Sebut saja Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain.  

Setelah memperoleh banyak ilmu, tak heran jika kitab yang dibuat Mbah Moen menjadi rujukan para santri. Misalnya kitab berujudul Al-Ulama Al-Mujaddidun. 

Foto Mbah Moen saat muda. (Foto: santrijagad.org)

Kitab atau buku tersebut menjelaskan tentang usaha pembaharuan yang dilakukan para ulama dan pembaharu, khususnya dalam bidang hukum Islam. Dalam buku ini diungkapkan bahwa setiap abad akan datang ulama-ulama pembaharu yang akan memperbaiki kehidupan kaum muslimin. 

Selain itu dalam buku ini juga dijelaskan nama-nama pembaharu dari masa ke masa, mulai dari masa sahabat nabi hingga abad ke-14 Hijriah, disertai bidang kajian yang menjadi objek pembaharuannya. Tujuan buku ini untuk mengenalkan para ulama pembaharu serta usahanya dalam berijtihad kepada santri dan masyarakat.

Selain itu, Mbah Moen juga dikenal sebagai muharrik atau penggerak. Hal itu tak lepas dari kiprahnya di dunia politik. Dia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun. Selain itu, ia juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. 

Sampai sebelum ajal menjemput, karena kedalaman ilmu dan kharismanya, Kiai Maimun Zubair diangkat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 

Mbah Moen mengembuskan nafas terakhirnya saat melaksanakan ibadah haji di Mekkah, Arab Saudi, hari ini (6/8). Menurut penuturan Ustaz Soleh Mahmud (Solmed) yang juga sedang berada di Mekkah, Mbah Moen meninggal dunia saat hendak melaksanakan salat tahajud, demikian seperti dikutip Tempo. 

 

Rekomendasi