Demokrasi Ala PKB, Tunduk dan Patuh ke Cak Imin

| 27 Aug 2019 13:40
Demokrasi Ala PKB, Tunduk dan Patuh ke Cak Imin
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Foto: @DPP_PKB)
Jakarta, era.id - Sejumlah nama terdepak dari kursi kepengurusan DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Nama-nama seperti Abdul Kadir Karding, Lukman Edy, yang tadinya menjabat sebagai Ketua DPP, tidak lagi masuk dalam struktural tersebut.

Ada juga nama Ali Anshori, Wasekjen PKB, serta nama lainnya seperti Anton Doni, Jon Ramadhan. Mereka tak lagi menduduki jabatan apapun di partai besutan Muhaimin Iskandar atau yang biasa dipanggil Cak Imin.

Karding dan Lukman Edy memang tidak lagi menjabat karena mereka tidak mau menandatangani surat permohonan menjadi anggota DPP PKB. Informasi ini disampaikan Wakil Ketua PKB, Ida Fauziyah dan dibenarkan sendiri oleh mantan Ketua DPP PKB Lukman Edy.

Lukman memang sengaja tak mau mengisi surat tersebut. Alasannya, dia merasa tak cocok dengan hasil Muktamar V PKB di Bali. Selain itu, dia menilai surat tersebut hanya formalitas belaka, sebab ada beberapa pengurus DPP PKB periode lalu telah menandatangani surat itu namun tetap didepak dari partai.

"Ada dua Ketua DPP yang lama dan 2 Wakil Sekjen yang lama mengisi form tapi tetap dicoret, Anton Doni, Jon Ramadhan, dan Ali Anshori," kata Lukman kepada era.id, Senin (26/8) malam.

Lukman juga menyebut alasan koleganya didepak dari kepengurusan partai juga tidak jelas. Namun, dia menduga koleganya itu seringkali melontarkan kritik terhadap internal partai. "Tapi, ada juga karena kedekatan dengan Pak Karding (Ali Anshori)," ungkapnya.

Kepada era.id, Ali Anshori membenarkan dirinya sudah tak lagi masuk ke dalam jajaran DPP PKB meski menandatangani surat tersebut. 

"Betul. Intinya saya sekarang tidak masuk lagi di jajaran DPP PKB," kata dia saat dihubungi lewat pesan singkat, Selasa (27/8/2019).

Namun, dia membantah jika dikatakan sering berbeda pendapat dengan Cak Imin terkait kepengurusan partai. Sebab, menurut dia pengambilan keputusan dilakukan pada elite PKB secara terbatas. 

"Mekanisme pengambilan keputusan hanya di level elite terbatas saja," tegas dia.

Anshori menduga orang-orang yang kini duduk sebagai jajaran pengurus di PKB pada periode 2019-2024 merupakan lingkaran dekat Cak Imin. Sebab, dalam kepengurusan yang baru ini, Ketua DPW PKB juga duduk ikut mengurusi dewan pusat. Sehingga, dia menilai ada rangkap jabatan di sana.

"Ada banyak Ketua DPW PKB yang masuk jajaran DPP. Ketua DPW Jateng, Jatim, Jabar, Riau, Maluku. Rangkap Jabatan," ungkapnya.

Tak hanya itu, Anshori menilai, Cak Imin seperti tidak memperhatikan pencapaian kadernya. Sebab, para pengurus DPP PKB periode lalu juga telah bekerja maksimal. Termasuk untuk membantu pemenangan partainya saat Pemilu 2019. "Pemilihan jabatan struktural itu tidak efektif, tidak menampilkan akomodasi terhadap kader yang punya jasa di masa lalu," ujarnya.

Menyoroti surat permohonan jadi anggota DPP PKB

Surat permohonan yang dimaksud oleh Lukman tersebut ternyata bukan hanya berisi soal permintaan kader agar bisa menjabat sebagai jajaran DPP PKB. 

Dalam salah satu poin surat tersebut, tertulis: dengan ini menyampaikan permohonan untuk menjadi Pengurus DPP Partai Kebangkitan Bangsa periode tahun 2019-2025, dengan kesanggupan untuk tunduk dan patuh terhadap ketentuan dan peraturan partai serta kebijakan Ketua Umum DPP PKB sebagai mandataris tunggal Muktamar PKB Tahun 2019. Apabila dikemudian hari saya tidak mampu atau dianggap tidak memiliki kelayakan untuk menjalankan tugas dan fungsi sebagai pengurus, maka saya bersedia untuk diberhentikan.

Bagi pengamat politik LIPI, Aisah Putri Budiarti, surat ini tak menampilkan sikap PKB yang punya manajemen demokratis dan tidak personalitik. Padahal, yang harus menjadi kerangka kerja para pengurus partai bukanlah kebijakan elite, termasuk ketua umum.

"Yang menjadi kerangka kerja para pengurus dan kadernya adalah ideologi dan AD/ART partai," kata Putri.

Putri menilai, partai yang bergerak karena kebijakan satu individu atau sekelompok elite, ini artinya partai terjebak pada oligarki dan personalisasi. "Partai personalistik yang elistis cenderung akan menggiring partai bekerja untuk kepentingan individu elitenya. Bukan lagi bekerja untuk kepentingan ideologi dan kadernya," jelas dia.

Selain itu, dia menilai, partai memang harus banyak menerima masukan. Tujuannya agar memberikan nuansa pemikiran baru yang bisa memajukan partai sekaligus sebagai fungsi membenarkan kebijakan partai yang memang tak sesuai dengan AD/ART. Hal ini, menurut Putri baru bisa terlaksana jika demokrasi benar hidup di internal partai dan bukan diatur oleh segelintir elite saja.

Dia juga menjelaskan, keterbukaan atau demokrasi dalam sebuah partai sebenarnya sebagai bentuk penjamin regenerasi partai berjalan. Sebab, makin banyak kader potensial baru, maka akan banyak alternatif pemimpin baru.

"Sementara partai personalistik cenderung membentuk dinasti politik dimana pemimpin partai menjadi tahta turun temurun elite tertentu. Dinasti politik ini tentu menutup potensi kader terbaik untuk jadi pemimpin partai," ungkap Putri.

Dalam kesempatan ini, Putri juga menegaskan, jika PKB ingin menjadi partai modern harusnya partai ini bisa lebih demokratis. Partai harusnya dibangun dalam kerangka AD/ART bukan hanya berdasarkan elitenya termasuk sang ketua umum, Cak Imin.

Putri juga menilai, jika pemilihan pengurus partai hanya didasari faktor kedekatan dan tidak lagi mengukur integritas serta kapasitas kader, maka bukan tak mungkin hal ini bakal berdampak buruk pada masa depan partai.

"Hal ini akan menutup diskusi pemikiran antar kader untuk memajukan partai serta menutup peluang check and balances di internal partai," tutupnya.

Tags : bara di pkb
Rekomendasi