Hal ini disampaikan Bamsoet dalam Rapat Paripurna ke V DPR RI masa persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 dalam rangka HUT DPR RI ke-74, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
“Secara keseluruhan jumlah RUU yang telah selesai dibahas dari awal periode keanggotaan DPR RI 2014-2019 sampai dengan Agustus 2019 berjumlah 77 RUU,” ujar Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan, pelaksanaan fungsi legislasi merupakan perwujudan kekuasaan membentuk undang-undang yang dimiliki DPR dan dalam pelaksanaannya, pembentukan undang-undang dilaksanakan melalui pembahasan bersama antara DPR dan Presiden.
“Pembahasan juga mengikutsertakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk RUU tertentu. Sinergitas antarlembaga, khususnya antara DPR dan Presiden, merupakan faktor penting yang memengaruhi pelaksanaan fungsi legislasi,” tuturnya.
Menurut Bamsoet, sinergitas bukan hanya diperlukan antarlembaga, melainkan juga internal lembaga, yaitu antar-fraksi di DPR dan antar-kementerian/lembaga di Pemerintah.
Pada tahun kelima atau tahun terakhir dari periode keanggotaan 2014-2019, kata Bamsoet, RUU yang sedang dalam tahap penyusunan berjumlah 12 RUU. “12 RUU itu yang terdiri dari tujuh RUU dalam proses penyusunan pada Anggota dan Alat Kelengkapan DPR; dua RUU dalam proses harmonisasi di Badan Legislasi; dan tiga RUU akan memasuki Tahap Pembicaraan Tingkat I atau menunggu Surpres,” jelasnya.
Bamsoet menyebut, terdapat 36 RUU yang sedang dalam Tahap Pembicaraan Tingkat I dan RUU yang sudah selesai dibahas dan disetujui menjadi UU berjumlah 15 RUU.
Menurut dia, dari 15 RUU yang selesai dibahas, 10 RUU di antaranya mengenai pengesahan perjanjian, persetujuan kerja sama, dan nota kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain.
Sementara itu, Bamsoet mengatakan, RUU pengesahan perjanjian, persetujuan kerja sama, dan nota kesepahaman antara Pemerintah RI dengan negara lain yang telah selesai dibahas di DPR. Tak hanya itu, RUU bidang pertahanan dan bidang hukum, yaitu ekstradisi dan bantuan timbal balik dalam masalah pidana juga sudah selesai.
“Aspek pertahanan merupakan faktor penting guna menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa. Kerja sama di bidang pertahanan diperlukan guna meningkatkan hubungan baik antarnegara, sekaligus meningkatkan kemampuan pertahanan negara,” tuturnya.
Sedangkan di bidang hukum, kata Bamsoet, perjanjian ekstradisi akan mendukung penegakan hukum di Indonesia yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara, khususnya tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan kejahatan terorganisasi lainnya.
Bamsoet menjelaskan, perjanjian bantuan timbal balik masalah pidana dimaksudkan untuk lebih meningkatkan efektivitas kerja sama dalam penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana. Termasuk tindak pidana terkait dengan perpajakan dan bea cukai.