Pencari Suaka, Pemerintah, dan Dilema Kemanusiaan

| 02 Sep 2019 10:34
Pencari Suaka, Pemerintah, dan Dilema Kemanusiaan
Pencari suaka di Kalideres (Diah/era.id)
Jakarta, era.id - Mungkin rasa dilematik muncul ketika pemerintah--dalam hal ini adalah Kemenko Polhukam, Kemenlu, dan Pemprov DKI Jakarta--menghadapi para pencari suaka di lahan eks Kodim, Kalideres, Jakarta Barat. 

Sebab, pemerintah memberi batas waktu kepada badan bentukan PBB khusus menangani pengungsi yakni United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) mengurusi perpindahan para pencari suaka, serta memberi target kepada mereka mengosongkan lokasi penampungan hingga Jumat (31/8) lalu. 

UNHCR memang sudah memberi bantuan uang buat mereka. Uang saku ini digunakan untuk mencari tempat tinggal baru. Rinciannya, sebesar Rp1 juta buat mereka yang lajang, yang berkeluarga dengan 2-4 orang mendapat Rp1,3 juta, sementara lebih dari 4 orang Rp1,6 juta. 

Tapi faktanya, sampai Minggu (1/8) malam, sebagian dari mereka masih menempati lokasi lahan eks kodim ini. Data dari Kepala Kesbangpol DKI Jakarta Taufan Bakri, dari seluruh pencari suaka di Kalideres, sekitar 500 orang yang sudah pindah. 

Sementara, masih ada 300-an orang yang masih menggelar alas tidurnya di sana. Bahkan, kata Taufan, masih ada lagi pencari suaka yang baru tiba dari luar kota. 

"Tadi siang saya ke Kalideres, ada yang baru datang lagi, tuh, dari Cisarua," kata Taufan kepada era.id, Minggu (1/9) malam. 

Pencari suaka di eks kodim, Kalideres (Diah/era.id)

Urusan penampungan dan logistik kepada para pengungsi dari negara yang tengah berkonflik seperti Afganistan, Yaman, Sudan, dan Somalia ini, sebenarnya bukan tanggung jawab pemerintah, baik pusat maupun Pemprov DKI Jakarta.

Namun, sebagai negara yang menyertakan diri pada Konvensi Jenewa 1949, Indonesia berkomitmen untuk terus menganut prinsip-prinsip yang terkandung dalam Hukum Humaniter Internasional. Indonesia punya pedoman perilaku kemanusiaan untuk para pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata.

Di posisi inilah dilema pemerintah muncul. Atas nama rasa kemanusiaan, batas waktu tinggal bagi para pencari suaka di Kalideres kini jadi fleksibel, mengikuti kemampuan UNHCR mengurus mereka. 

Tapi, pemerintah juga enggak mau mengurusi mereka terus. Dinas Sosial DKI Jakarta pun menyetop bantuan makanan untuk mereka. Sementara, bantuan listrik dan air masih ada, meski terbatas.

"Makanan sudah ditanggung UNHCR. Tadi siang saat saya ke sana ada 700 boks makan siang dan 700 boks untuk makan malam dari UNHCR," kata Taufan. 

"Untuk sementara logistik yang bisa kita kasih adalah listrik dan air, dengan rasa kemanusiaan kita enggak mungkin bisa kita putuskan. Untuk listrik juga mendapat bantuan dari Sekolah Dian Harapan, mereka swadaya, sama sebagian listrik dari Pemda," tambahnya. 

Maka, untuk ke sekian kalinya, Pemprov DKI Jakarta akan memanggil UNHCR untuk memastikan keberadaan para pencari suaka ini. Hari ini, Senin (2/9/2019), Kemenko Polhukam, Kemenlu, Sekda DKI Jakarta akan melakukan pertemuan dengan UNHCR dan IOM untuk membahas hal tersebut.

"Kita harus tegas kepada mereka. UNHCR harus segera cepat cari duit lagi agar para pengungsi bisa segera pindah dari Kalideres," pungkas dia. 

Rekomendasi