RUU KUHP, Tunggu Hasil Konsultasi DPR dengan Jokowi

| 23 Sep 2019 15:47
RUU KUHP, Tunggu Hasil Konsultasi DPR dengan Jokowi
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani (Mery/era.id)
Jakarta, era.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melalui Badan Musyawarah (Bamus) belum mengambil sikap terkait penundaan revisi undang-undang (RUU) KUHP. Sikap itu baru akan diambil setelah pimpinan DPR, pimpinan fraksi-fraksi, serta pimpinan Komisi III selesai berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka.

"Apa hasil pembahasan belum bisa saya sampaikan karena menunggu hasil konsultasi dengan Presiden dahulu," kata anggota Komisi II DPR, Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (23/9/2019).

"Tidak bijak kalau belum kami diskusikan dengan Presiden, lalu disampaikan kepada media," imbuhnya.

Dijelaskan Arsul Sani, disaat pimpinan DPR dipanggil presiden ke Istana Merdeka. DPR telah menggelar rapat Bamus untuk membahas sejumlah RUU yang akan disahkan. Apakah disahkan di masa jabatan DPR periode 2014-2019 atau ditunda ke periode 2019-2024. 

"Setuju atau tidaknya pengesahan pada periode ini ditentukan setelah konsultasi. Kita juga dengarkan dulu masukan dari Presiden, tentu setiap fraksi juga akan menyampaikan pandanganya," lanjutnya.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi meminta DPR untuk menunda pengesahan RUU KUHP. Hal itu disampaikan setelah munculnya penolakan publik terhadap pasal-pasal yang dianggap ‘ngawur’ masuk dalam draf RUU KUHP.

“Untuk itu saya telah memerintahkan menteri hukum dan HAM sebagai wakil pemerintah, untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR RI, yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda. Dan pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini,” kata Jokowi dalam keterangan persnya, Jumat (20/9).

Di sisi lain, pandangan berbeda justru dilontarkan Ma'ruf Amin sebagai wakil presiden terpilih yang bakal mendampingi Jokowi untuk periode 2019-2024. Ma'ruf justru mengirimkan surat ke DPR RI untuk segera mengesahkan RUU KUHP di rapat paripurna.

Ma’ruf menyarankan, pihak yang tidak setuju dengan RUU KUHP dapat menempuh jalur hukum yakni dengan mengajukan judicial review (JR) ke MK.

“Memang ada pro kontra, saya sudah bilang karena kita ada mekanisme jadi boleh saja orang sepakat dan tidak sepakat, tapi supaya ditempuh melalui mekanisme yang ada,” ujar Ma'ruf, di acara Gerakan Nasional Kedaulatan Pangan yang digagas PINBAS MUI, Jakarta, Sabtu (21/9). 

Ma'ruf beralasan, agar polemik pembahasan RUU KUHP yang telah dibahas puluhan tahun bisa segera selesai, sebelum berakhirnya periode DPR 2014-2019. Namun untuk pasal-pasal yang terkait korupsi, dinilai tidak perlu diatur di RUU KUHP karena sudah ada UU khusus yang mengaturnya.

“Insya Allah pengesahan RUU KUHP menjadi salah satu tonggak sejarah dan dicatat dengan tinta emas sebagai salah satu kinerja besar Presiden RI Bapak Ir Joko Widodo setelah beberapa periode pemerintahan tidak berhasil mengesahkan UU KUHP,” demikian bunyi surat yang ditandatangani Ma'rif Amin tersebut, tertanggal 12 Agustus.

 

Rekomendasi