RUU Ditangguhkan dan Tudingan Aksi Mahasiswa 'Disusupi'

| 25 Sep 2019 11:41
RUU Ditangguhkan dan Tudingan Aksi Mahasiswa 'Disusupi'
Aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung DPR (era.id)
Jakarta, era.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetap menggelar rapat paripurna, membahas sejumlah rancangan undang-undang (RUU) untuk disahkan. Disaat yang bersamaan, mahasiswa di pelbagai kota di Indonesia turun ke jalan untuk memprotes agenda DPR mengesahkan sejumlah RUU yang dianggap bermasalah. 

Beberapa rancangan undang-undang yang dianggap mahasiswa bermasalah seperti RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan dan revisi UU KPK. Alhasil, DPR kemarin melakukan beberapa pembahasan penting dalam rapat paripurna terkait beberapa RUU bermasalah tersebut.

Hasilnya, DPR belum membatalkan RUU yang ditolak massa mahasiswa atau mengesahkan RUU didukung oleh massa. DPR hanya menunda pengesahan beberapa UU yang ditolak. Sementara untuk tuntutan di luar proses legislasi, termasuk dalam wewenang pemerintah.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, ditundanya pengesahan sejumlah RUU merupakan kesepakatan bersama DPR melalui forum Badan Musyawarah (Bamus) dan forum lobi dalam rapat Paripurna. 

"Karena ditunda, DPR RI bersama pemerintah akan mengkaji kembali pasal per pasal yang terdapat dalam RUU KUHP, khususnya yang menjadi sorotan publik. Sambil juga kita akan gencarkan kembali sosialisasi tentang RUU KUHP, sehingga masyarakat bisa mendapatkan penjelasan yang utuh, tak salah tafsir, apalagi salah paham menuduh DPR RI dan pemerintah ingin mengebiri hak-hak rakyat," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/9).

Sementara dua RUU lainnya, yakni RUU Pertanahan dan RUU Minerba, masih dalam pembahasan di tingkat I dan belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan. Sedangkan untuk RUU KUHP, pengesahannya ditunda sampai waktu yang tak ditentukan. RUU ini bisa saja disahkan pada sebelum periode DPR saat ini, atau pun periode DPR selanjutnya.

Di sisi lain, momentum mahasiswa yang kembali turun ke jalan dan memprotes agenda pemerintah serta DPR dalam mengesahkan sejumlah RUU bermasalah, mendapat pandangan lain di media sosial. Tagar #TurunkanJokowi muncul di Twitter seiring momentum tagar pendukung demonstrasi mahasiswa mengemuka, misalnya #GejayanMemanggil atau #HidupMahasiswa. 

 

Analis media sosial Drone Emprit and Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, menyebut gerakan mahasiswa yang turun ke jalan sangat mudah disusupi. Salah satu narasi baru yang muncul di luar tuntutan mahasiswa bisa muncul baik di media sosial, atau saat orasi di lapangan. 

"Di antara kedua cluster tampak relasi yang kuat. Menandakan dukungan oposisi yang besar kepada gerakan mahasiswa #GejayanMemanggil. Namun oposisi ternyata juga punya tagar baru #TurunkanJokowi. Akun mahasiswa tidak mengamplifikasi tagar ini," kata Ismail Fahmi lewat akun Twitternya.

Data percakapan Twitter yang diambil oleh Ismail ini merupakan data pada 23-24 September 2019. Tagar #TurunkanJokowi sempat menempati puncak tertinggi malam tadi.

Ismail juga memaparkan, apabila mahasiswa turut mengangkat isu tagar #TurunkanJokowi pastinya isu tersebut akan muncul dalam lingkaran kelompok mahasiswa. Dari pembacaan tersebut, Ismail juga menduga isu #TurunkanJokowi berpotensi dimainkan di lapangan juga.

 

Namun dalam simpulannya terkait dengan #turunkanjokowi, merupakan isu yang dihembuskan oleh akun-akun yang selama ini menjadi oposisi Jokowi. "Yang #turunkanjokowi ternyata itu kelompok sendiri, sekaligus membawa narasinya sendiri," lanjut Ismail.

Hal ini senada dengan realita di lapangan, selama orasi para mahasiswa baik yang ikut tergabung dalam aksi Gejayan Memanggil atau demonstrasi mahasiswa lainnya sama sekali tak menyinggung soal turunkan Jokowi. Poster yang mereka bawa pun kebanyakan adalah protes terkait rencana pengesahan RUU KUHP atau revisi UU KPK.

Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin mengatakan, menduga ada pihak lain yang ikut mendompleng aksi unjuk rasa mahasiswa di DPR, dengan mengeluarkan narasi #TurunkanJokowi di media sosial.

“Kalau dilihat ini mirip dengan kerusuhan di Bawaslu. Mereka melakukan aksi dari pagi hingga malam hari. Semakin malam, justu melakukan tindakan yang tidak diinginkan semua pihak. Saya sih melihatnya, penyusupnya dari situ (aksi Bawaslu),” ujar Ujang, kepada era.id, di Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Meski begitu, Ujang mengaku, belum dapat memastikan penyusup yang membuat ricuh aksi mahasiswa terafiliasi dengan kelompok mana. “Masih belum bisa terbaca. Tapi ini saya menilainya dari kelompok yang ikut aksi di 22 Mei di Bawaslu,” jelasnya.

Aksi mahasiswa disusupi

Aksi unjuk rasa mahasiswa di depan gedung DPR, kemarin Selasa (24/9) malam berujung ricuh. Polisi menduga ada pihak yang mendompleng aksi unjuk rasa mahasiswa yang digelar di DPR. Pola-pola yang dilakukan kelompok ini juga disebut mirip dengan aksi 22 Mei di depan kantor Bawaslu.

"Ini yang demo bukan lagi mahasiswa, tetapi perusuh. Ini polanya mirip 22 Mei," kata Kapolres Jakarta Barat Kombes Hengki Haryadi dalam keterangannya.

Hengki menduga aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung DPR telah disusupi oleh sekelompok orang yang ingin mengacaukan situasi. Ia menyebut para pelaku memprovokasi untuk melakukan tindakan anarkistis. 

"Diduga massa liar yang sengaja datang membuat kerusuhan. Saat ini kami sudah mengamankan sebanyak 17 orang terkait kasus pengrusakan dan pembakaran pos lantas Slipi. Mirisnya, dari para pelaku yang berhasil diamankan rata-rata mereka masih dibawah umur," lanjutnya.

Sebab dalam aksi unjuk rasa mahasiswa semalam, polisi telah mengumpulkan sejumlah barang bukti berupa bom molotov, gir, batu, dan petasan. Lebih lanjut, kepolisian masih terus mendalami pola yang digunakan para pelaku yang berhasil diamankan hampir mirip dengan kejadian saat aksi 22 Mei yang lalu. 

"Kami mencurigai aksi anarkis tersebut ditunggangi oleh oknum yang ingin memanfaatkan situasi dan kondisi saat ini. Sebab para pelaku yang diamankan juga berasal dari luar daerah atau luar Jakarta, ini yang patut kita curigai dan akan terus kita dalami," tambahnya.

Tim era.id juga telah mengkonfirmasi dugaan adanya massa penyusup dalam aksi unjuk rasa mahasiswa. Sejumlah mahasiswa yang ditemui mengatakan bentrokan dengan aparat bukan dilakukan oleh massa mahasiswa. “Ini bukan massa (Mahasiswa) kita lagi. Kerena kita selalu menghitung jumlah massa kita,” tuturnya yang enggak menyebutkan namanya.

Senada, narahubung aksi mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Mizlan mengaku, saat kerusuhan terjadi di pintu belakang gedung DPR, dirinya sedang berada di Gelora Bung Karno (GBK) untuk mencari rekannya yang terpisah.

“Bukan. Itu bukan mahasiswa UIN (yang rusuh). Karena sebagian sudah pulang. Saya dan teman-teman yang bertahan di GBK, hanya menununggu dan masih mencari teman kami yang belum ketemu,” tutur Mizlan kepada era.id.

Sebagai informasi, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa hari kedua di Depan Gedung DPR, suasana berakhir ricuh kala aparat kepolisian membubarkan massa dengan gas air mata. Massa berpencar ke arat Slipi, Semanggi, sampai Palmerah.

Polda Metro Jaya mencatat sejumlah fasilitas rusak akibat aksi demo yang berakhir ricuh di DPR. Selain kendaraan taktis yang dirusak, ada pos polisi yang dibakar massa.

Massa juga membakar 3 pos polisi. Sejumlah security barrier juga dirusak massa. Tidak hanya itu, massa juga membakar fasilitas di dalam jalan tol. Gerbang Tol Pejompongan dibakar massa.

 

Rekomendasi