Aksi demonstrasi di Indonesia sebelumnya juga gencar dilakukan oleh mahasiswa dan elemen masyarakat di Hong Kong. Sama seperti Indonesia, massa di Hong Kong juga melakukan aski protes menuntut produk hukum yang gagal seperti Rancangan Undang-Undang (RUU).
Dipicu RUU
Protes di Hong Kong dipicu dengan Rancangan Undang-Undang Ekstradisi (RUU Ekstradisi) atau dikenal sebagai The Fugitive Offenders and Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Legislation (Amendment) Bill 2019 yang diperkenalkan oleh Sekretaris Keamanan John Lee pada (29/3).
Peraturan ini memungkinkan mereka yang melanggar hukum untuk dikirim ke daratan China guna menjalani proses peradilan dengan hukum dan kebijakan yang berlaku di China. RUU Ekstradisi menjadikan China akan bisa terlalu mencampuri urusan Hong Kong, serta mengancam setiap warganya. Hukum ini juga dianggap sebagai kriminalisasi terhadap masyarakat Hong Kong.
Baca Juga: Melawan Penangkapan Dandhy dan Ananda Lewat Praperadilan
Sama seperti Hong Kong, gelombang demonstrasi di Indonesia juga menuntut produk hukum yang bermasalah. Aksi protes yang terjadi sejak Senin (23/9) di sejumlah wilayah juga menolak beberapa rancaangan undang-undang yang kontroversial seperti revisi UU KPK, RKUHP, RUU PKS, RUU Pertahanan, RUU Minerba, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan dan sebagainya.
Aksi berujung kericuhan
Gelombang besar demonstrasi oleh mahasiswa dan masyarakat Hong Kong telah menyebabkan gangguan karena berujung pada kericuhan dan sempat membuat lumpuh kota itu. Aksi protes ini menempatkan Hong Kong berada dalam konflik politik paling keras selama dua dekade. Hal ini membuat Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam Cheng Yuet-ngor atau Carrie Lam minta maaf dan berjanji untuk menghapus RUU Ekstradisi.
"RUU Ekstradisi itu sudah mati," ucap Carrie Lam dalam konferensi pers, pada Juli lalu, dikutip Reuters.
Deklarasi Lam nampaknya menjadi kemenangan bagi penentang RUU Ekstradisi. Tapi tak membuat aksi protes berhenti. Demo kembali mengguncang Hong Kong dengan aksi yang meluas menjadi gerakan menuntut reformasi dan menuntut penyelidikan independen terhadap kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan Hong Kong.