Mengingat Kewajiban Negara pada Pengguna Narkoba Lewat Kasus Rifat Umar

| 04 Oct 2019 20:23
Mengingat Kewajiban Negara pada Pengguna Narkoba Lewat Kasus Rifat Umar
Rifat Umar (Istimewa)
Jakarta, era.id - Penangkapan mantan artis cilik, Rifat Umar dan beberapa rekannya jadi sorotan. Polisi mengganjar para pelaku dengan konsekuensi hukum berbeda. Ada yang diancam hukuman penjara. Lainnya dipastikan wajib jalani rehabilitasi. Penangkapan ini mengingatkan kita tentang hak pelaku penyalahgunaan narkoba. Dalam kasus tertentu, Undang-Undang (UU) mengharamkan pemenjaraan bagi pengguna narkoba.

Kamis (3/10), polisi menangkap Rifat di kamar kosnya di Jalan Melati, RT 10/RW 03, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Dari penangkapan, polisi menyita barang bukti berupa 17 paket ganja berbagai ukuran. Selain menyita paket ganja, polisi juga menemukan satu set alat hisap sabu.

Pada kasus itu, Rifat tak ditangkap seorang diri. Rekan laki-laki Rifat, Rizki Ramadhan dan seorang perempuan bernama Tessa Nur Aliyah juga ditangkap bersamanya. Barang bukti milik Rifat, ganja seberat 89,583 gram dan bong sabu ditemukan di bawah tempat tidur dan meja. Sementara paket ganja milik Rizki ditemukan di mobilnya yang diparkir di depan rumah kos Rifat.

"Barang bukti ganja seberat 83,79 gram di dalam mobil milik tersangka RR," ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono saat dikonfirmasi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (4/10/2019).

Dalam pemeriksaan, Rifat mengaku telah satu tahun mengonsumsi tanaman ilegal itu. Dan Rizki adalah pemasok utamanya. Atas keterlibatannya, Rifat dan Rizki dijerat dengan pasal 111 (2) Jo pasal 114 (2) sub pasal 132 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Keduanya diancaman hukuman penjara di atas lima tahun.

Polisi menerapkan konsekuensi hukum berbeda pada Tessa. Ia diwajibkan menjalani rehabilitasi. Meski positif ganja, polisi tak menemukan barang bukti atas nama perempuan 25 tahun itu, termasuk soal transaksi apapun yang mengaitkan Tessa dengan jual beli ini.

"(Tessa) positif (ganja) dan tidak ada barang padanya. Dia positif pemakaian (ganja) yang lama, makanya direhabilitasi," kata Argo.

Rifat Umar dan Rizki Ramadan (Istimewa)

Pengguna wajib rehab

Tak ada yang salah dengan perbedaan konsekuensi hukum antara Rifat, Rizki, dan Tessa. Bahkan, dari kasus ini kita seharusnya bisa kembali mengingat amanat UU tentang kewajiban rehabilitasi bagi pengguna narkoba.

UU 35/2009 tentang Narkotika secara jelas berbunyi: Korban penyalahgunaan narkotika wajib rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Amanat UU tersebut sejatinya jelas, bahwa pecandu dan pengguna narkoba adalah korban. Dan tempat mereka, seharusnya di panti rehabilitasi, bukan di penjara.

Lagipula, menempatkan pengguna narkoba di penjara tak pernah membuat pengguna narkoba lebih baik. Selain memperparah kondisi pengguna, pemenjaraan juga akan membebani penjara-penjara yang sudah kelebihan kapasitas.

Catatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) menunjukkan narapidana kasus narkoba sebagai orang yang mendominasi penjara. Secara nasional, data Kemenkum HAM pada akhir 2018 mencatat kelebihan kapasitas lapas-lapas di Indonesia mencapai angka 203 persen.

Pada tahun itu, Kemenkum HAM mencatat jumlah penghuni lapas sebanyak 256.273 orang, meningkat 24.197 orang dibanding tahun sebelumnya. Padahal, rata-rata lapas di Tanah Air hanya bisa menampung 126.164 narapidana.

Dipecah ke dalam kasus-kasus kejahatannya, pembengkakan jumlah narapidana terbanyak masih terjadi pada kasus narkoba, di mana 74.037 bandar dan 41.252 pengguna narkoba dijebloskan ke dalam penjara.

Mungkin ini waktunya menegakkan amanat UU: menyelamatkan pengguna narkoba, bukan menghukum mereka.

Rekomendasi