Dalam wawancara bersama kantor berita Swedia Dagens Nyheter, Greta Thunberg mengaku saat ini orang-orang yang tak sejalan dengannya telah mengancam adik perempuan Beate Thunberg serta anggota keluarganya. Namun ia mengaku bahwa keluarganya telah melaporkan mereka.
Aktivis berusia 16 tahun asal Swedia itu mengungkapkan orang-orang yang melakukan ancaman serta ujaran kebencian kepadanya juga menyasar kepada adik dan keluarganya. "Ia merasa sangat putus asa karena menerima intimidasi, ancaman, dan pelecehan yang sistematis," ujar Greta, dikutip Newsweek, Jumat (18/10/2019). Namun Greta tak memberi informasi lebih lanjut tentang pelecehan dan ancaman yang ia katakan.
Greta mengatakan perbedaan antara dirinya dan keluarganya yang tinggal di Stockholm adalah, bahwa ia selalu berpergian dan jarang mengakses internet. Sementara itu di rumahnya berbeda. Ia juga menyoroti sikap orang-orang yang kerap menawarkan bantuan terhadapnya namun tidak dengan adiknya. "Saudara saya tak memiliki dukungan apapun," kata Greta.
Ketika ditanya dukungan apa yang bisa dilakukan, aktivis itu berkata "Cara terbaik untuk membantu saya saat ini adalah mendukung saudara perempuan saya. Bukan karena dia adik saya, tapi karena dia orang yang hebat dan kuat".
Baca Juga: Mengenal Extinction Rebellion: Pemberontak yang Cinta Lingkungan
Selain itu, ia juga mengakui dirinya tak pernah menerima kata-kata negatif ketika orang-orang melihatnya di jalan. Tetapi, perlakuan beberapa orang justru berbanding terbalik kepada adiknya beberapa hari setelah gerakan pertama pemogokan iklim.
Secara terpisah, seorang reporter Dagens Nyheter, Alexandra Ursiman Otto yang telah menghabiskan banyak waktu dengan Greta mengaku sangat kecewa bahwa Greta dan adik perempuannya menjadi sasaran pelecehan. "Tentu saja Anda tak bisa untuk tidak marah, meskipun saya sudah mengetahui masalah ini. Tapi ini tak sejauh yang saya tahu sekarang," katanya kepada Newsweek.
Ketika ditanya apakah Greta pernah menerima pelecehan saat menghabiskan waktu bersamanya di AS dan tempat lain, Otto kembali menegaskan kata-kata yang diucapkan oleh Greta, bahwa aktivis itu tak pernah menerima pelecehan saat turun ke jalan.
"Ketika kita berjalan disampingnya di berbagai negara bagian AS, ke mana pun kami pergi orang-orang datang dan berkata 'Hai, apa kabar? Saya mengikuti gerakan Anda dan saya berdiri di belakangmu'. Tetapi Otto mengakui beberapa komentar kepada Greta di media sosial berbeda dengan kenyataan di lapangan.
Berita keluarga Greta yang dilecehkan ini datang setelah seorang guru di Lowa mengeluarkan komentar bernada ancaman pada salah satu unggahan di Facebook pada awal bulan ini. Saat itu, Greta Thunberg memiliki agenda kunjungan ke Kota Lowa untuk kampanye perubahan iklim global.
Baca Juga: Peran Besar Greta Thunberg untuk Perubahan Iklim Global
Aksi demonstrasi damai itu kemudian memanggil mahasiswa dari University of Lowa untuk ikut dalam program energi bersih pada 2020. Sebelum acara itu dimulai, seorang guru dari SMA West Waterloo Matt Baish memposting kunjungan Thunberg dan menulis "Don't have my sniper rifle". Tapi kemudian postingan itu dihapus.
Juru bicara dari Waterloo Community School District mengatakan kepada Newsweek bahwa surat pemberhentian sudah dikirimkan kepada Baish. "Kami ingin Anda mengetahui situasi di media sosial yang melibatkan salah satu karyawan kami. Karyawan itu sudah diliburkan sementara sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut. Kami menghargai kesabaran Anda dan terima kasih telah menghormati prosesnya".
Gadis belia yang punya nama lengkap Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg ini terkenal usai memprakarsai gerakan global terkait perubahan iklim yang dimulainya sejak bulan Agustus 2018. Awalnya, Thunberg melakukan aksi berdiri di depan gedung parlemen Swedia dengan papan bertuliskan skolstjerk for klimatet (pemogokan sekolah untuk iklim).
Gerakan itu kemudian meluas dan dikenal sebagai 'Fridays For Future', di mana para murid-murid melakukan pemogokan sekolah dan melakukan aksi menuntut pemerintah bertindak untuk mengatasi perubahan iklim dunia. Sejauh ini, pemogokan dilakukan sejumlah siswa di seluruh dunia, termasuk Jerman, Belgia, Inggris, Prancis, Australia, Jepang, dan Amerika Serikat.