Sebelumnya, sempat dikabarkan ada dua partai rival Jokowi yang akan merapat, namun nyatanya hanya satu yang bergabung dalam koalisi pemerintahan, yakni Partai Gerindra. Ketua Umum Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Edhy Prabowo Gerindra ditunjuk sebagai menteri. Masing-masing sebagai menteri pertahanan (Menhan) serta menteri kelautan dan perikanan.
Partai Gerindra menjadi satu-satunya partai lawan Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019 yang mendapat kursi menteri. Sementara tiga partai lainnya, yakni Partai Demokrat, PKS, dan PAN, tidak dapat. Seperti diketahui, pada Pilpres 2019 lalu, ketiga partai berkoalisi mengusung paslon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melawan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Baca Juga : Kritik Pedas Media Asing Soal Gabungnya Prabowo di Kabinet Jokowi
Partai Demokrat sempat diajak Presiden Jokowi menjadi bagian dari koalisi pemerintahan setelah Pemilu 2019 usai. Namun, ternyata tidak ada kader Demokrat yang dipilih Jokowi menjadi menteri dalam Kabinet Indonesia Maju.
Tidak diketahui pasti kapan Jokowi mengajak Partai Demokrat untuk bergabung dalan koalisi pemerintahan. Meski begitu, petinggi Demokrat memang telah beberapa kali bertemu Jokowi usai Pemilu 2019.
Contohnya, saat Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertemu Jokowi di Istana Negara pada 10 Oktober 2019. Kemudian, tak lama setelah Pilpres 2019 usai, Agus Harimurti Yudhoyono juga bertemu Jokowi di Istana Negara pada 22 Mei lalu.
Presiden Jokowi bertemu Presiden ke-6 RI SBY di Istana Merdeka, Kamis (10/10). (Foto: BPMI Setpres)
Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan, posisi menteri adalah hak prerogatif presiden. Karena itu, keputusan akhir ada di tangan Jokowi. Terealisasi atau tidak ajakan tersebut, juga sangat bergantung dinamika politiknya.
Emrus menjelaskan, hal ini menggambarkan fenomena politik Indonesia sangat penuh ketidakpastian. Koalisi, kata Emrus, terbagi menjadi tiga. Pertama, terbuka yakni publik tahu partai tersebut bergabung dan mendapat distribution of power dalam hal posisi menteri.
Kedua, lanjut dia, koalisi tertutup yakni ada kesepakatan-kesempatan bahwa partai tersebut bagian koalisi pemerintah tetapi tidak diberitahu kepada publik. Terkait dengan tidak bergabungnya Demokrat, Emrus melihat ada kemungkinan koalisi tersebut bersifat tertutup.
Baca Juga : PKS Tegas Oposisi, Demokrat Cuma Nonton Doang
"Kalau kita lihat dari kenyataan ini, tidak mungkin koalisi terbuka. Mungkin kah koalisi tertutup? Iya mungkin, hanya mereka yang tahu itu," kata Emrus, saat dihubungi era.id, di Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Emrus menjelaskan, dalam koalisi tertutup juga terjadi kompromi-kompromi politik. "Ada kesepatakan yang saling menguntungkan di antara para pihak. Tetapi bisa juga tidak berkoalisi sama sekali," jelasnya.
Terkait dengan posisi Demokrat apakah akan berada di jalur oposisi atau berujung merapat dengan kesepakatan-kesepakatan, Emrus mengatakan, semua peluang bisa terjadi. Sebab, politik sangat dinamis. "Semua kemungkinan bisa terwujud. Di mana kepentingan itu bisa terwujud ya itu lah yang terjadi. Biasanya kan politik yang dimainkan Demokrat kan wait and see," lanjutnya.
Sebelumnya, Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan, partainya menghormati keputusan Jokowi. Hinca yakin ada niat dan tujuan baik di balik keputusan mantan Wali Kota Solo tersebut.
"Terlepas dari komunikasi dan ajakan Presiden Jokowi kepada Partai Demokrat pascapemilu 2019 yang lalu, Partai Demokrat meyakini bahwa keputusan Presiden Jokowi untuk tidak menyertakan Partai Demokrat memiliki niat dan tujuan yang baik," tutur Hinca melalui siaran pers, Rabu (23/10).
Hinca juga mengungkap, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY) akan menyampaikan sikap politik partai kepada seluruh jajaran partai.
Baca Juga : Dari PKS Hingga FPI Jadi Oposisi Jokowi
"Tentang di mana posisi Partai Demokrat ke depan akan ditentukan kemudian pada saatnya, Ketua Umum Partai Demokrat Bapak SBY akan menyampaikan secara resmi kepada seluruh jajaran partai, baik di pusat maupun daerah," jelasnya.
Hinca mengatakan, SBY akan menyampaikan sikap Demokrat melalui pidato politiknya. Tak hanya sikap politik, menurut dia, SBY juga akan menyampaikan peran partai lima tahun ke depan bagi pembangunan bangsa.
Infografik (Ilham/era.id)