Bab Baru ISIS di Tangan 'si Profesor' 

| 28 Oct 2019 16:05
Bab Baru ISIS di Tangan 'si Profesor' 
Ilustrasi (pixabay)
Jakarta, era.id - Serangkaian serangan yang dilakukan pasukan Amerika Serikat (AS) dalam operasi khusus di Suriah telah membuat Pemimpin Negara Islam (ISIS) Abu Bakr al Baghdadi tewas. Namun, kematian Baghdadi tak lantas melenyapkan organisasi teroris itu, yang disebut telah menunjuk pemimpin baru.

Ialah Abdullah Qardash, yang biasa dipanggil Kardesh atau dikenal sebagai Hajji Abdullah al Afari. Ia ditunjuk oleh pemimpin ISIS Abu Bakr al Baghdadi pada Agustus silam. Saat itu, Baghdadi terluka akibat serangan udara pasukan AS di wilayah Suriah. Faktor lainnya penyerahan mandat itu adalah kesehatan Baghdadi yang menurun akibat diabetes dan tekanan darah tinggi yang dideritanya.

Seperti diketahui, Abu Bakr al-Baghdadi yang juga menjadi buronan nomor satu dunia itu akhirnya mengakhiri perjalanan hidupnya dengan bunuh diri. Ia terjebak di dalam terowongan yang buntu dan meledakkan rompi bom yang dipakainya pada Sabtu (26/10). Baghdadi menjadi pria paling dicari di dunia setelah mengumumkan kekhalifahannya di mimbar masjid al-Nuri di Mosul, Irak pada 2014. 

Qardash ditunjuk untuk menjalankan urusan Muslim dalam internal ISIS, demikian menurut kantor berita resmi ISIS Amaq, yang dilaporkan Newsweek, Senin (28/10/2019). Newsweek adalah media pertama yang melaporkan kematian Baghdadi dari sumber intelijen pemerintahan AS.

Belum banyak hal yang diketahui tentang Qardash yang akan mengambil alih peran Baghdadi. Namun menurut sumber yang tak disebutkan namanya, Qardash diketahui merupakan mantan perwira militer Irak yang pernah bertugas di bawah kepemimpinan Saddam Hussein, pemimpin Irak dengan periode 1979 hingga 2003.

Berdasarkan laporan seorang pejabat intelijen regional, peran Baghdadi dalam beberapa tahun terakhir sebenarnya hanya sebagai pemimpin ISIS yang sebagian besar hanya bersifat simbolik. Sementara itu, Qardash adalah salah satu penggerak dan perencana kejam di tubuh ISIS. "Baghdadi adalag tokoh. Ia tak terlibat dalam operasi harian. Tugasnya hanya mengatakan iya atau tidak. Ia tak terlibat berbagai rencana organisasi ISIS itu," ujarnya kepada Newsweek.

"Mereka (ISIS) akan menghantam Suriah, menimbulkan kekcauan di Irak, Eropa, dan tentunya di Amerika Serikat," ujar pejabat regional yang tak disebutkan identitasnya kepada Newsweek. "Anda telah membangunkan raksasa yang sedang tidur, dan ketika mereka bangun akan menyebabkan kekacauan yang tak terduga. Akan ada kekacauan di Barat".

 

Baca Juga: Akhir Perjalanan The Ghost Abu Bakr al Baghdadi

Qardash yang dijuluki "Si Professor" telah lama berteman dengan Baghdadi. Keduanya pernah dipenjara di Basra, Irak, oleh tentara AS karena dituding sebagai anggota al Qaeda pada saat invasi AS ke Irak tahun 2003. Sebelum bergabung dengan ISIS, Qardash adalah komisaris urusan agama di al Qaeda.

Qardash juga merupakan orang kepercayaan Abu Alaa al Afri, wakil Baghdadi yang terbunuh dalam serangan helikopter AS pada 2016. Sejak jatuhnya kota Baghuz, kubu terakhir ISIS pada Maret silam, ISIS telah terpecah menjadi kelompok kecil. Qardash menghadapi kepemimpinan yang terpecah, beberapa anggotanya dalam organisasi itu mungkin akan menolak visi dan strateginya, dikutip dari The Times.

Dikutip The Sun, para anggota ISIS tersebar di padang pasir yang membentang di dua negara. Tiga faksi utama telah muncul dan berkumpul di sekitar Tunisia, Saudi, dan Irak. Pasukan keamanan di seluruh wilayah itu telah memperingatkan bahwa sel-sel ISIS yang tersisa cukup kuat untuk meluncurkan serangan dan siap untuk melangkah dalam kekosongan kepemimpinan.

Mantan analis keamanan Irak, Fadhel Abo Ragheef percaya bahwa promosi Qardash dapat menghidupkan kembali sel-sel ISIS yang bersembunyi. "Serangan tidak akan meningkat dengan kepemimpinan baru Qardash, tetapi mereka akan lebih spesifik. Mereka memiliki banyak kekuasaan atas wilayah mereka, meskipun dana untuk organisasi itu telah berkurang," ujarnya.

Dua bulan usai kekelahan ISIS pada Maret lalu, koresponden senior CNN Ben Wedeman yang berada di Baghouz di utara Suriah mengatakan keraguannya bahwa banyak militan yang berhasil melarikan diri untuk kemudian melawan di hari mendatang. Ia juga mengatakan, banyak militan masih berada di Irak dan Suriah. Dengan melihat pemberontakan di tingkat rendah, seperti penyerangan dan pembunuhan terhadap pasukan pemerintah dan milisi Syiah di beberapa wilayah Sunni pada tahun ini. 

Di luar pertempuran keras yang selamat dari kekhalifahan, ada banyak simpatisan ISIS didukung oleh radikalisasi online dan pengkhotbah ekstremis. Runtuhnya kekhalifahan mungkin telah mengurangi wilayah kekuasaan ISIS dan hal itu dibanggakan Presiden AS Donald Trump.

Juru bicara ISIS Abu Mohammed al-Adnani sebelum ia tewas dalam serangan udara mengatakan pemimpin kelompok itu telah lama mempersiapkan untuk fase baru keberadaan. Ia juga mengatakan, hilangnya wilayah kekuasaan tak akan mengakhiri kelompok tersebut. "Kekalahan adalah kehilangan kemauan dan keinginan untuk melawan," katanya.

Rekomendasi