Para peserta aksi menolak Undang-Undang Ekstradisi di Hong Kong nampaknya memang terorganisir. Mereka serentak menggunakan outfit yang sama yakni masker, pakaian hitam-hitam dan payung yang juga berwarna hitam dan kacamata serta helm. Mereka mengaku outfit tersebut tak hanya sebagai pelindung diri, juga untuk menghindari indentifikasi dan penyelidikan polisi.
"Dengan menyamarkan wajah dan tubuh kami, maka kami bersatu tak bisa dikenali," ujar salah seorang demonstran yang enggan diungkapkan identitasnya kepada Guardian beberapa waktu lalu.
Tak hanya pakaian, mereka juga berkomunikasi menggunakan platform yang terenkripsi seperti Telegram untuk berkomunikasi. Semua itu mereka lakukan agar tak terdeteksi oleh pihak keamanan.
Pendemo Hong Kong (Guardian)
Polisi Hong Kong telah menangkap lebih dari 3.000 demonstran sejak Juni dan mayoritas adalah mahasiswa dan pelajar. Sejak sekitar bulan Agustus, demo di Hong Kong lebih terorganisir tapi makin brutal. Aksi yang tadinya hanya menduduki tempat-tempat strategis berubah menjadi aksi anarkis dengan merusak dan membakar fasilitas-fasilitas publik. Polisi pun harus bertindak tegas dan mempersenjatai diri dengan gas airmata dan peluru karet.
'Saat ini demonstran makin anonim, hanya sekelompok mahasiswa, pelajar, kelompok masyarakat, dan relawan," ujar jurnalis di Hong Kong, Raul Gallego Abellan kepada Theintercept.
Fakta lain adalah para demonstran langsung berganti kostum saat aksi usai. Mereka mengenakan kaus atau kemeja layaknya warga biasa.
-
Afair26 Dec 2019 09:54
Makan Malam Gratis Saat Natal untuk Demonstran Hong Kong
-
Afair21 Nov 2019 21:02
Puluhan Demonstran Masih Bertahan dalam Kampus di Hong Kong
-
Afair14 Oct 2019 12:05
Mal di Hong Kong Jadi Arena Bentrokan Aparat Vs Demonstran
-
Afair30 Sep 2019 19:06
Ketika Pedemo di Indonesia dan Hong Kong Saling Mendukung