Modus itu terendus Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Usut punya usut, penyeludupan sampah dari luar negeri ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Maraknya aksi penyelundupan ini karena dimanfaatkan pelaku industri kecil sebagai pengganti bahan bakar produksi yang harganya lebih murah.
Untuk mencegah penyeludupan sampah ini terjadi lagi, KLHK telah mengirim balik 883 kontainer sampah plastik ke negara asal yang diselundupkan para pelaku ke Indonesia. Sayangnya, KLHK menutup negara asal sampah itu.
''Indonesia tidak impor sampah. Kami pastikan kawal ketat. Masalahnya selama ini, sampah disusupkan melalui impor bahan baku kertas dan scrap plastik. Dari 2.194 kontainer yang masuk, kami sudah kirim balik (re-ekspor) 883 kontainer. Kami tegaskan pada negara pengirim, bahwa Indonesia bukan tong sampah,'' tegas Direktur Pengelolaan Sampah, Novrizal Tahar, Minggu (24/11/2019).
Pemanfaatan sampah plastik impor oleh UMKM ini menjadi perhatian serius pemerintah. Menteri LHK Siti Nurbaya sudah memerintahkan kepada Novrizal untuk merespons dugaan kontaminasi dioksin sebagai dampak penggunaan sampah plastik impor bahan bakar pembuatan tahu dan telor.
Ikut dalam tim ini para peneliti dari BPPT, Fakultas Teknis Kimia ITS, Universitas Airlangga dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo.
Mereka mengunjungi Desa Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Dari tinjauan lapangan, unit usaha masyarakat memang masih menggunakan bahan bakar dari sampah plastik.
Namun, jumlah tumpukan sampah plastik untuk bahan bakar sudah berkurang dibandingkan dengan kondisi pada bulan Juli 2019 lalu. Ditengarai pasokan sampah ini berkurang berkat langkah re-ekspor, perubahan regulasi, serta pengawasan yang semakin ketat oleh Pemerintah.
KLHK juga akan segera melakukan riset dengan melibatkan para ahli guna menjawab keresahan masyarakat, khususnya terkait isu dioxin pada telur dan tahu yang diproduksi menggunakan bahan bakar sampah plastik.
Tim juga berdialog dengan sekitar 20 pengusaha tahu dari 36 pengusaha yang ada. Diwakili kepala desa, para pengusaha UMKM ini menyadari bahwa bahan bakar dari sampah plastik tersebut berdampak pada lingkungan dan masyarakat.
Para pelaku usaha ini pun mengaku siap beralih dari bahan bakar sampah plastik menjadi bahan bakar kayu atau alternatif lainnya.
Sebagai percontohan, di desa itu sudah ada satu unit alat yang digunakan untuk pembuatan tahu dan hanya bisa menggunakan bahan bakar kayu bekas. Alat itu tidak bisa menerima bahan bakar plastik dan harganya lebih murah secara operasional.
Untuk itu pelaku UMKM mengharapkan bantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah terkait dengan solusi tungku bakar untuk pembakaran tahu yang lebih ramah lingkungan.
Terkait hal ini KLHK akan berkoordinasi bersama Kemendagri, KemenPDT, dan Pemda terkait kebijakan untuk penyelesaian desa-desa yang masih memanfaatkan sampah limbah plastik, mengingat aktivitas masyarakat dengan memanfaatkan sampah ini sudah ada sejak 30-40 tahun lalu.
''KLHK segera akan mengkaji secara lebih intensif aspek sosial dan teknis berkaitan dengan masalah ini, sekaligus merumuskan solusi, dengan melibatkan para ahli. Nantinya hasil kajian tersebut akan jadi referensi mengambil langkah-langkah strategis selanjutnya,'' kata Novrizal.