Novel Tentang Virus Wuhan-400 yang Relate dengan Covid-19

| 18 Feb 2020 13:27
Novel Tentang Virus Wuhan-400 yang <i>Relate</i> dengan Covid-19
The Eyes of Darkness (Taiwan Post)
Jakarta, era.id - Seorang ibu, Christina Evans, pergi bertualang untuk mencari anaknya yang dikabarkan meninggal saat berkemah di suatu tempat. Dia akhirnya melacak keberadaan anaknya ke fasilitas militer di mana dia ditahan setelah secara tidak sengaja terinfeksi virus buatan manusia yang disebut Wuhan-400 dan dibuat di pusat penelitian Wuhan.

Singkat cerita, Christina berhasil melacak keberadaan sang anak di fasilitas militer. Anak bernama Danny itu ditahan secara tak sengaja lantaran terinfeksi virus buatan manusia yang diproduksi di pusat penelitian Wuhan.

"Saya tidak tertarik dengan filosofi atau perang biologis. Saat ini aku hanya ingin mengetahui bagaimana bisa Danny berada di sini," kata Christina kepada seorang pria bernama Dombey di laboratorium.

“Sekitar waktu itu, seorang ilmuwan China bernama Li Chen pindah ke Amerika Serikat sambil membawa floppy disk data dari China yang paling penting dan senjata biologis baru yang berbahaya dalam dekade terakhir. Mereka menyebutnya Wuhan-400 karena dikembangkan di laboratorium RDNA di luar kota Wuhan,” jawab Dombey dalam salah satu bagian novel.

The Eyes of Darkness (Taiwan Post)

Cerita di atas adalah penggalan novel karya Dean Koontz berjudul The Eyes of Darkness terbitan tahun 1981. Bagaimana ceritanya, novel yang dirilis pada 38 tahun silam bisa bercerita tentang virus yang menyebar di kota Wuhan, China terdengar tak asing dengan peristiwa yang terjadi belakangan?

Virus yang dalam buku itu ditulis sebagai Wuhan-400 dan di dunia nyata dikenal sebagai virus korona baru itu telah menewaskan lebih dari 1.800 orang dan menginfeksi lebih dari 72.000 orang di seluruh dunia.

Pusat penelitian yang disebutkan dalam buku tersebut merujuk pada Institut Virologi Wuhan, satu-satunya laboratorium level empat milik China yang dibangun 2017 silam.

Laboratorium tercanggih itu mempelajari virus mematikan dari seluruh dunia dan berlokasi 32 kilometer dari pusat penyebaran Covid-19 pertama kali ditemukan.

Dalam novel yang menengangkan tersebut, virus dianggap sebagai "senjata sempurna" karena gampang menyebar dan tidak dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia selama lebih dari satu menit. Selain itu tak perlu dilakukan dekontaminasi karena virus akan mati pada suhu tertentu.

Penulis novel berusia 74 tahun itu memang terkenal dengan cerita fiksi ilmiah, Thriller, dan horornya. Pria kelahiran California itu rajin menulis cerita dengan bumbu teori konspirasi seperti Icebound yang bercerita tentang petualangan ilmuwan di Antartika yang terdampar di sebuah gunung es. Sambil menunggu pertolongan, mereka dihadapkan pada situasi bahwa salah satu dari mereka membunuh para ilmuwan untuk kepentingan pibadinya. Sejak buku pertamanya, Star Quest, diterbitkan pada tahun 1968 ia sudah menelurkan lebih dari 80 novel dan 74 cerpen fiksi ilmiah.

Lalu apakah ramalan dalam novel relate dengan kasus Covid-19? Albert Wan, Pengelola toko buku Bleak House Books di Hong Kong, mengatakan Wuhan secara historis telah menjadi lokasi berbagai fasilitas penelitian ilmiah, termasuk yang berhubungan dengan mikrobiologi dan virologi sejak dulu. 

"Penulis cerdas seperti Koontz mengetahui fakta tersebut, dan menggunakan sedikit informasi faktual ini untuk menyusun cerita yang meyakinkan dan meresahkan," kata Wan seperti dikutip dari South China Morning Post, Selasa (18/2/2020).

Dean Koontz bukanlah satu-satunya penulis yang memprediksi virus korona. Penulis asal Amerika, Sylvia Browne juga telah memprediksi virus mematikan tersebut dalam novelnya. Dalam buku berjudul End of Days: Predictions and prophecies About the End of the World yang dirilis pada 2008, ia menceritakan tentang penyakit pernapasan yang menyebar ke seluruh dunia dan diprediksi terjadi pada 2020.

"Pada sekitar 2020, penyakit seperti pneumonia akan menyebar ke seluruh dunia, menyerang paru-paru dan saluran bronkial dan sulit disembuhkan dengan semua jenis perawatan yang ada. Lebih membingungkan lagi penyakit tersebut akan hilang secara tiba-tiba dan akan kembali menyerang sepuluh tahun kemudian, setelah itu menghilang sepenuhnya," tulis buku itu.

 

Tags : covid-19
Rekomendasi