Tapi penyertaan modal negara adalah opsi terakhir dari berbagai opsi yang sedang dikaji pemerintah. Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan masih akan memilih opsi lainnya seperti bailout.
"PMN tidak menjadi prioritas dalam penyelamatan Jiwasraya. Itu cara terakhir karena masih ada beberapa skenario yang didalami," ujar Arya melalui keterangan tertulisnya, Selasa (25/2/2020).
Arya menjelaskan, skema PMN yang diajukan bukan hanya untuk penyelamatan Jiwasraya, tapi untuk semua perusahaan asuransi pelat merah. Tujuannya, agar kejadian gagal bayar tidak terjadi lagi.
Menurut Arya langkah yang akan diambil oleh kementerian nantinya akan bersifat fundamental dan komprehensif.
"Bahwa Jiwasraya akan di-bail out, bail in atau PMN adalah pernyataan yang masih jauh dari pembahasan," kata Arya.
Sebelumnya Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan skema penyuntikan modal ini disodorkan bersama dengan beberapa opsi lainnya. Seluruh skema ini dibahas dalam rapat kerja antara kementerian BUMN, perwakilan Jiwasraya dan Komisi VI DPR RI.
"Kita kan kemarin FGD, masih optional, jadi kita belum putuskan, memang ini butuh koordinasi dengan VI dan XI, juga menunggu persetujuan dari OJK dan Kementerian Keuangan. Tapi opsi-opsi itu kita arahkan memang nanti bagaimana opsi yang terbaik untuk keadilan masyarakat," kata Kartika di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2).
Dalam dokumen yang disampaikan Kementerian BUMN di depan DPR, disebutkan ada tiga skema penyelesaian dana nasabah Asuransi Jiwasraya, salah satu opsi adanya PMN sebesar Rp15 triliun untuk membayar polis nasabah dan menyelamatkan Jiwasraya.
Selain itu, ada tiga skema penyelamatan Jiwasraya yang sedang dikaji yakni bail in (suntikan modal dari para pemilik saham), bail out (suntikan modal dari pemerintah) dan likuidasi (dibubarkan).