Akibatnya keresahan dan kecemasan mulai tercipta di tengah publik. Baik karena simpang siurnya informasi tentang bahaya Covid-19, maupun karena belum menyakinkannya langkah pemerintah untuk menanggulangi penyebaran virus dan penanganan medis kepada orang-orang yang terinfeksi.
"Imbauan Pemerintah agar masyarakat tidak panik, tentu saja tidak mencukupi untuk menenangkan masyarakat," Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Amiruddin, lewat keterangan tertulis, Jumat (13/3/2020).
Menurut Komnas HAM, hal tersebut berdasarkan ketentuan UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Pasal 12 yaitu “Negara pihak dalam konvenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan rohani”. Sementara Pasal 12 Ayat 2C menekankan kewajiban negara (state obligation) yaitu “Pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular, endemik dan penyakit lainnya berhubungan dengan pekerjaan.”
Agar masyarakat bisa tenang dan rasional menghadapi ancaman COVID-19 tersebut, Komnas HAM mengimbau pemerintah baik dari tigkat pusat maupun daerah untuk bertindak lebih nyata dan menyakinkan demi terlindungi dan terpenuhinya hak atas kesehatan dan hak atas pelayanan kesehatan yang prima.
"Perlu adanya kesiapan dan kepastian seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan untuk melayani masyarakat, demi mencegah kepanikan publik. Mengingat begitu luasnya wilayah Republik Indonesia, fasilitas dan tenaga kesehatan tersebut harus bisa menjangkau dan terjangkau," lanjutnya.
Selain itu, perlu ada kesatuan arah dan kepemimpinan agar kepanikan di masyarakat akibat informasi yang simpang siur bisa diatasi.
"Menyediakan dan menginformasikan keterangan-keterangan yang valid tentang langkah-langkah pencegahan penularan dan penanganan cepat jika telah terpapar. Hal itu sangat dibutuhkan agar unsur-unsur masyarakat bisa dan siap berpartisipasi menghadapi perkembangan keadaan," ucapnya.