Setelah divonis bersalah, sejumlah aset milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu disita. Salah satu aset Nazaruddin yang disita KPK pada 15 Juni 2016 adalah gedung bekas PT Anugrah, di Kelurahan Manggarai Selatan, Kecamatan Tebet, Jaksel. Berdasarkan keterangan Ketua RT 04 RW 05, Dodi, gedung tersebut masih disewakan untuk kantor perusahaan swasta meski statusnya saat itu sudah disita KPK.
"Sempat disewain jadi kantor, nah plang (disita KPK) yang nempel di tembok dia tutup pakai stiker, mungkin malu kali ya, dua tahun lalu sebelum kosong kaya sekarang," ungkap Dodi, saat ditemui era.id, Minggu (4/2/2018).
Berdasarkan keterangan Dodi, ada juga oknum warga yang membuang sampah di gedung tersebut. Namun tumpukan sampah itu kini sudah dibersihkan pasukan oranye bersama warga.
Tim era.id mendatangi gedung tersebut pada Minggu pagi. Terlihat plang berlogo KPK terpasang dengan tulisan "BARANG RAMPASAN NEGERA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG DENGAN TERPIDANA MUHAMAD NAZARUDIN."
Gedung tak berpenghuni itu tidak dijaga. Ada satu unit mobil terparkir yang berdasarkan informasi di lapangan adalah milik warga setempat. Di bagian depan gedung nampak gerobak pedagang makanan didekatkan ke dinding. Kondisi gedung sangat kumuh, tidak terawat, listriknya mati.
Menurut keterangan seorang warga, Usam (60), setelah gedung tersebut kosong, warga memanfaatkannya untuk lahan parkir, lapak berdagang, atau tempat menyimpan gerobak dagangan.
"Jadi tempat parkir mobil, ada juga yang dagang. Kadang-kadang (pengemudi) ojek online juga mangkal di situ sambil nongkrong di warung," ungkap Usam.
Nazaruddin kini diusulkan mendapat asimilasi oleh Lapas Sukamiskin. KPK, lembaga yang menggarap berbagai kasusnya, sudah memastikan Nazaruddin saat ini tidak berstatus tersangka atau terdakwa. Dalam artian, tidak ada lagi kasus yang menjeratnya.
Dalam beberapa sidang, apalagi yang berkaitan dengan Permai Grup, nama Nazaruddin sering disebut-sebut berperan. Tapi sepertinya, merujuk pada pernyataan Juru Bicara KPK Febri Diansyah, KPK 'tutup buku' dengan kasus Nazaruddin lainnya.
"Sampai dengan saat ini, untuk proses penyidikan dan penuntutan itu tidak ada. Nazaruddin tidak berposisi sebagai tersangka maupun terdakwa," kata Febri.
Di KPK, Nazaruddin terjerat dua kasus. Yang pertama kasus suap wisma atlet, Nazaruddin terbukti menerima Rp4,6 miliar dari bekas Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) M El Idris. Vonis akhir yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) adalah 7 tahun dan denda Rp300 juta. Sedangkan kasus kedua soal pencucian uang. Dia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Buat KPK, kasus pencucian uang Nazaruddin ini bagian dari strategi. KPK sadar, Nazaruddin tidak bermain hanya dalam satu atau dua kasus saja. Nah, pemberlakuan pencucian uang jadi pintu masuk KPK ke banyak kasus hanya dalam sekali pukul.
"Tindak pidana pencucian uang itu kita tangani meskipun satu berkas tapi berasal dari banyak proyek jadi hasil tindak pidana itu yang menjadi concern kita dan sudah terbukti," jelas Febri.
Bagi KPK, status justice collaborator yang dipegang Nazaruddin juga sejatinya tidak otomatis bikin dia lebih mudah mendapat asimilasi. "Yang mensyaratkan posisi sebagai justice collaborator adalah pembebasan bersyarat atau remisi pemotongan masa tahanan," jelas Febri.
Jadi tidaknya Nazaruddin, dengan segudang kasus korupsi, mendapat asimilasi ada di tangan KPK. Pihak Ditjen PAS harus mendapat rekomendasi dari KPK sebelum dilanjutkan ke Kemenkumham.