Tim era.id mendatangi Gedung Anugrah Raya pada Minggu (4/2/2018), di Jalan Abdullah Syafii, Tebet, Jakarta Selatan. Pada bagian depan gedung, nampak plang KPK bertuliskan BARANG RAMPASAN NEGERA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENCUNCIAN UANG DENGAN TERPIDANA MUHAMAD NAZARUDIN.
Tidak ada petugas yang menjaga, aliran listrik diputus. Satu unit mobil berwarna silver terparkir di halaman, di sisi lainnya nampak beberapa gerobak pedagang dan sebuah warung kecil yang kerap jadi tempat berkumpul pengemudi ojek online. Beberapa bagian temboknya dicoret-coret, mengentalkan kesan kumuh pada gedung tersebut.
Ketua RT 04 RW 05, Kelurahan Manggarai Selatan, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Dodi, mengatakan sempat ada warga yang membuang sampah di halaman gedung tersebut. Tapi kini tumpukan sampah itu sudah dibersihkan pasukan oranye dibantu warga.
"Dulu malah sempat orang pada buang sampah di situ. Akhirnya saya bersama kecamatan dan pasukan oranye sama-sama membersihkan," ujar Dodi.
Seorang warga yang tinggal tidak jauh dari Gedung Anugrah, Usam (60), mengatakan banyak warga yang memanfaatkan aset Nazaruddin itu sebagai lahan parkir. Dia juga mengaku pernah bertemu seseorang yang menanyakan keberadaan PT Anugrah.
"Pernah waktu itu ada orang datang ke saya nanya alamat pemilik PT. Katanya mau nagih utang Rp600 juta," ucap Usam.
Usam menyampaikan, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga sering datang ke Gedung Anugrah sebelum disita KPK. Anas disebut memiliki jabatan penting di PT Anugrah yang berkaitan dengan proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2008.
"Kalau dulu pas masih aktif ramai terus, sampai parkirannya penuh. Saya juga sering tuh ngelihat Anas datang ke situ," ujarnya.
Nazaruddin kini diusulkan mendapat asimilasi oleh Lapas Sukamiskin. KPK, lembaga yang menggarap berbagai kasusnya, sudah memastikan Nazaruddin saat ini tidak berstatus tersangka atau terdakwa. Dalam artian, tidak ada lagi kasus yang menjeratnya.
Dalam beberapa sidang, apalagi yang berkaitan dengan Permai Grup, nama Nazaruddin sering disebut-sebut berperan. Tapi sepertinya, merujuk pada pernyataan Juru Bicara KPK Febri Diansyah, KPK 'tutup buku' dengan kasus Nazaruddin lainnya.
"Sampai dengan saat ini, untuk proses penyidikan dan penuntutan itu tidak ada. Nazaruddin tidak berposisi sebagai tersangka maupun terdakwa," kata Febri.
Di KPK, Nazaruddin terjerat dua kasus. Yang pertama kasus suap wisma atlet, Nazaruddin terbukti menerima Rp4,6 miliar dari bekas Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) M El Idris. Vonis akhir yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) adalah 7 tahun dan denda Rp300 juta. Sedangkan kasus kedua soal pencucian uang. Dia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Buat KPK, kasus pencucian uang Nazaruddin ini bagian dari strategi. KPK sadar, Nazaruddin tidak bermain hanya dalam satu atau dua kasus saja. Nah, pemberlakuan pencucian uang jadi pintu masuk KPK ke banyak kasus hanya dalam sekali pukul.
"Tindak pidana pencucian uang itu kita tangani meskipun satu berkas tapi berasal dari banyak proyek jadi hasil tindak pidana itu yang menjadi concern kita dan sudah terbukti," jelas Febri.
Bagi KPK, status justice collaborator yang dipegang Nazaruddin juga sejatinya tidak otomatis bikin dia lebih mudah mendapat asimilasi. "Yang mensyaratkan posisi sebagai justice collaborator adalah pembebasan bersyarat atau remisi pemotongan masa tahanan," jelas Febri.
Jadi tidaknya Nazaruddin, dengan segudang kasus korupsi, mendapat asimilasi ada di tangan KPK. Pihak Ditjen PAS harus mendapat rekomendasi dari KPK sebelum dilanjutkan ke Kemenkumham.