Curahan Hati Orang-Orang di Laboratorium COVID-19

| 13 Apr 2020 13:29
Curahan Hati Orang-Orang di Laboratorium COVID-19
Tim dari Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jawa Barat. (Foto: Istimewa)
Bandung, era.id - Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jawa Barat sudah jadi rumah kedua bagi Azzania Fibriani bersama ketujuh belas orang lainnya. Setiap hari, ribuan sampel tes COVID-19 dikirimkan kepada mereka. Tak jarang pengujian sampel ini dilakukan hingga larut malam. 

Hasil tes diagnostik dari lab milik Pemprov Jabar itu menentukan pasien COVID-19 tetap menjalani perawatan di rumah sakit atau pulang ke rumah. Jika pasien sudah boleh pulang, artinya hasil tes laboratoriumnya menyatakan negatif.

"Tes diagnostik itu membantu manajemen pasien, apakah pasien itu bisa pulang atau dirawat lagi? Apakah orang ini harus masuk rumah sakit atau bisa isolasi di rumah?" ucap virolog yang akrab disapa Nia itu.

Nia bercerita, setiap malam dirinya bersama tim gabungan yang berasal dari Labkesda Jabar, ITB, RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung/FK Unpad berkutat dengan RNA, ragen PCR, tabung-tabung berisi sampel, dan juga komputer.

Baca Juga : Labkesda Jabar Bisa Periksa 1.000 Sampel COVID-19 Per Hari

Sebagai ilustrasi dari pekerjaan mereka, sebuah sampel swab masuk ke lab tersebut. Sebut saja sampel tersebut milik pasien berinisial 'D'. Status sampel ini hanya bisa dipastikan melalui metode Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR). 

Sampel ini akan melalui berbagai tahapan, mulai ekstraksi, Real Time PCR, interpretasi, verifikasi, dan validasi. Sampel 'D' kemudian dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Jabar dengan hasil positif atau negatif. 

"Kami berupaya menghasilkan hasil yang valid supaya bisa digunakan rumah sakit atau Dinas Kesehatan untuk menangani pasien tersebut," tambah perempuan yang juga Kepala Laboratorium Genetika dan Bioteknologi Molekular Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB itu.

Ilustrasi tes COVID-19. (Gerd Altmann dari Pixabay) 

Rutinitas pemeriksaan sampel yang memerlukan kesabaran dan ketelitian menjadi 'makanan' sehari-hari para ahli biologi. Nia tidak menampik bahwa pekerjaannya menguras fisik dan mental. Ketika orang-orang melakukan work from home (WFH), Nia dan kawan-kawan harus kerja di laboratorium. Nia tentu punya keluarga yang juga terkena dampak physical distancing.

"Apalagi sekarang anak kelas online, jadi kami (yang di lab) tidak bisa mengurus (anak yang belajar dari rumah)," tuturnya.

Nia dan kawan-kawan tidak mengetahui sampai kapan pekerjaan pengecekan sampel itu dilakukan. Di tengah gelombang pengiriman sampel yang harus diuji, mereka tidak tahu kapan puncak pandemi terjadi.  "Jadi memang endurance (ketahanan) itu sangat diperlukan untuk kerja di lab, karena kami tidak tahu kerja sampai kapan," ujarnya.

Di tengah ketidakpastian dari akhir pandemi, mereka paham bahwa pekerjaan mereka menjadi fondasi sekaligus kunci dalam percepatan penanggulangan penyakit COVID-19. Sebuah pandemi yang hingga kini belum ditemukan vaksinnya. Sebuah hasil pemeriksaan, kata Nia, juga harus melewati kontrol yang ketat. “Kita tidak bisa mengeluarkan hasil negatif, jika internal kontrolnya tidak keluar," kata Nia.

Baca Juga : Taman Makam Pahlawan untuk Tenaga Medis yang Gugur

Mereka juga dituntut bekerja objektif tanpa melihat identitas sampel yang diperiksa. Sering kali Nia memilih tutup mata soal identitas pemilik sampel. Apakah itu milik seorang public figure atau orang yang dia kenal. Semua dikerjakan dengan objektif, tanpa ada perlakuan khusus pada sampel tertentu demi menghasilkan kesimpulan valid. 

Di lab tersebut, Nia dibantu delapan orang mahasiswa dan asisten penelitian dari ITB. Mereka bekerja secara sukarela. Sebelum menjadi relawan, mereka sebenarnya ditawari bekerja di rumah atau tetap menjadi relawan. Namun, mereka memilih menjadi relawan yang terjun langsung ke lab. Selain itu, ada enam orang lain dari Tim Unpad di Gedung Eyckman. Mereka membantu mengerjakan Real Time PCR.

Ilustrasi tes COVID-19. (Bokskapet dari Pixabay) 

Sedangkan dari Labkesda Jabar, pekerjaan Nia turut disokong oleh Aulia Saraswati Wicaksono, S.Si. nalis/ahli biologi dari Laboratorium Mikrobiologi Labkesda Jabar ini mengerjakan proses ekstraksi dari sampel di Viral Transport Media (VTM).

Aulia mengaku, jantungnya kerap berdegup lebih cepat jika sampel yang masuk ke Labkesda bertambah. Artinya, semakin banyak orang terduga COVID-19 di luar sana yang menanti nasib dari hasil pemeriksaan. Karena itu, ia sangat berharap warga agar memahami pentingnya tinggal di rumah untuk mengurangi paparan virus SARS CoV 2, penyebab penyakit COVID-19.

"Warga di rumah saja juga membantu kami agar semakin sedikit sampel yang masuk, artinya semakin berkurang orang-orang terduga COVID-19. Kita berdoa saja semoga (pandemi) cepat turun," ucap Aulia.

Di usia tergolong muda yakni 24 tahun, Aulia kini menambah jam terbangnya dengan memeriksa sampel COVID-19. Meski begitu, Aulia berujar, dirinya sudah terbiasa menangani TB dan HIV. "Malah lebih berbahaya TB karena dikultur dan itu (partikel) aerosol (menular lewat udara)," kata Aulia.

Baca Juga : Kabar Baik, Obat Cacing Bisa Bunuh Virus Korona dalam 48 Jam

Kerja di laboratorium yang memiliki risiko tinggi membuat para analis harus menjaga kesehatan dan melakukan pencegahan penularan. Aulia melakukannya dengan mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, menerapkan gaya hidup sehat higienis. "Pulang ganti baju dan mandi, karena selain melindungi diri sendiri saya juga harus melindungi keluarga," ucapnya.

Keluarganya sudah paham bahwa Aulia kerja di tempat risiko tinggi. Mereka sudah terbiasa menerapkan prosedur pencegahan penularan. "Keluarga sudah tahu (risiko pekerjaan), sebelum sampel COVID-19 juga saya mengerjakan TB dan HIV jadi mereka tahu safety precaution saya di kantor dan menerima (pekerjaannya)," ucapnya.

Rekomendasi