Ribuan alat rapid test itu diserahkan perwakilan perusahaan yang diwakili oleh External Affairs PT VDNI dan PT OSS, Indrayanto kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Wabah COVID-19 Provinsi Sultra.
"Bantuan ini sebagai bentuk kepedulian perusahaan kami kepada masyarakat Sultra. Semoga bantuan bermanfaat dan untuk hasil rapid test akan lebih baik," kata Indrayanto dalam keterangan tertulis, Senin (4/5/2020).
Sementara itu, Kepala Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Sultra, Boy Ihwansyah, yang mewakili Pemprov Sultra menyampaikan terima kasihnya atas bantuan yang diberikan oleh PT VDNI dan PT OSS.
"Alhamdulillah kita dapat bantuan rapid test sebanyak 2.000 pcs lagi. terima kasih untuk pihak VDNI," terangnya.
Alat rapid test hanya digunakan untuk penapisan awal dan bukan untuk menyimpulkan seseorang positif terjangkit COVID-19. Alat ini hanya mengukur kekuatan imun yang ada di dalam tubuh manusia. Untuk hasil pasti positif atau negatif COVID-19 haruslah melalui metode real time PCR.
Penyerahan 2.000 ALat Rapid Test (Dok. Pemprov Sultra)
Seperti diketahui, PT VDNI adalah perusahaan pengolahan nikel yang akan menampung dan memerkerjakan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) dari China yang menuai polemik antara Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan pemerintah pusat.
Pemda maupun DPRD Sultra sepakat menolak kedatangan WNA China tersebut ke lokasi perusahaan pemurnian (smelter) di Morosi, Kabupaten Konawe, Sultra itu. Pabrik pengolahan nikel tersebut memang dimiliki investor asal Negeri Tirai Bambu. Penolakan pemda didasari atas kekhawatiran penyebaran wabah virus korona.
Perusahaan PMA China tersebut berdiri tahun 2014 yang merupakan anak usaha De Long Nickel Co Ltd yang berasal dari Jiangsu, China. Perusahaan ini berinvestasi 1,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp19,6 triliun untuk pembangunan smleter.