Hitung-Hitung Longgarkan PSBB

| 12 May 2020 15:18
Hitung-Hitung Longgarkan PSBB
Presiden Jokowi (Dok. BPMI)
Jakarta, era.id - Presiden RI Joko Widodo menyebut hampir 70 persen kasus positif COVID-19 terjadi di Pulau Jawa. Dia lantas meminta jajaran kabinetnya agar percepatan pengendalian penyebaran virus ini di Pulau Jawa segera dilaksanakan secara efisien.

Namun, Jokowi tak merinci daerah mana saja di Pulau Jawa yang paling banyak menyumbang angka positif COVID-19.

"Data Gugus Tugas 70 persen kasus positif ada di Pulau Jawa. Demikian juga angka kematian, 82 persen ada di Pulau Jawa," kata Kepala Negara saat memberikan evaluasi pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rapat terbatas secara virtual, Selasa (12/5/2020).

Jokowi juga secara khusus menginstruksikan Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 untuk mengendalikan angka penyebaran COVID-19 di pulau yang padat penduduknya dalam kurun waktu dua minggu menjelang lebaran.

Jokowi juga meminta adanya evaluasi terhadap pelaksanaan PSBB di empat provinsi dan 72 kabupaten/kota di Indonesia. Evaluasi ini, dilakukan dengan melihat data kasus positif Covid-19, baik sebelum ataupun setelah penerapan PSBB.

Mengingat, setelah kebijakan ini dilaksanakan ada daerah yang penambahan kasusnya menurun tapi tidak drastis, ada yang menurun tapi fluktuatif, bahkan ada daerah yang penambahan kasusnya tidak mengalami perubahan selama masa PSBB berlangsung.

"Juga ada daerah yang penambahan kasusnya tidak mengalami perubahan sebelum PSBB. Ini juga hal-hal seperti ini perlu digarisbawahi, ada apa, kenapa?" kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, dari 10 provinsi dengan kasus terbanyak, hanya tiga yang menerapkan PSBB yaitu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Sumatera Barat. Sisanya, menurut dia, tak melaksanakan PSBB melainkan hanya melakukan protokol kesehatan ketat.

Sehingga sebagai evaluasi, dia meminta ada perbandingan antara wilayah yang telah melaksanakan PSBB dengan wilayah yang tidak melaksanakannya.

"Ini harus diperbandingkan, yang PSBB dan non-PSBB, karena ada inovasi-inovasi di lapangan, kebijakan pembatasan di masyarakat disesuaikan dengan konteks daerah masing-masing," ungkapnya.

Dia juga mengingatkan PSBB ini harus bersifat aglomerasi atau saling terpadu, seperti di wilayah Jabodetabek. Seluruh wilayah, kata dia, harus saling terkait sehingga pengaturan sosial bisa dilaksanakan dengan baik dalam memutus penyebaran COVID-19.

Terakhir, Jokowi meminta agar kebijakan pelonggaran PSBB bisa dilaksanakan secara hati-hati dan tidak terburu-buru. Semua keputusan harus berdasarkan dengan data dan fakta yang ada di tiap daerah. "Hati-hati soal pelonggaran PSBB," pungkasnya.

Soal pelonggaran PSBB ini, pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Defny Holidin khawatir akan muncul efek spiral baik dari segi pencegahan virus korona maupun laju pertumbuhan ekonomi.

"Kebijakan ini, saya mengkhawatirkan akan memunculkan efek spiral," kata Defny kepada era.id, Selasa (12/5/2020).

Dengan penerapan PSBB yang tak begitu ketat di beberapa wilayah, angka penularan COVID-19 sangat fluktuatif dan belum menunjukkan kurvanya melandai. Jadi ia meminta pemerintah hati-hati dalam melonggarkan PSBB.

"Dan efek kejut infeksinya yang selama ini terjadi pada gilirannya bisa semakin parah yakni meningkatkan risiko kematian sekaligus menghambat laju perekonomian," ucapnya.

Tags : psbb
Rekomendasi