Pada pekan lalu ada tiga negara bagian sudah menyatakan status darurat. Sementara itu, 40 kota juga dikabarkan menerapkan jam malam.
Bahkan Presiden AS Donald Trump memerintahkan militer turun ke jalan-jalan. Setidaknya 17.000 Garda Nasional, unit militer Pentagon yang termasuk dalam tentara cadangan nasional, sudah diterjunkan di sejumlah titik di negeri itu.
Aksi demo yang diikuti warga dari berbagai etnis dan ras dipicu oleh tragedi yang terjadi 25 Mei lalu. Seorang warga, George Floyd hendak ditangkap karena diduga melakukan transaksi memakai uang palsu senilai 20 dolar (Rp 292.000).
Siapa George Floyd? Ia berasal dari Houston, Texas, ia tinggal di St. Louis Park, Minnesota, dan bekerja di sana sebagai penjaga keamanan di Conga Latin Bistro.
Seperti dilansir BBC, Kamis (4/6/2020), penangkapan Floyd bermula dari laporan pegawai toko Cup Foods yang melaporkan transaksi dengan uang palsu pecahan 20 dolar oleh Floyd. Polisi pun merespon dengan mengirim empat personelnya ke TKP.
Floyd pun dibekuk bak penjahat, ia diborgol dan dijatuhkan ke tanah oleh tiga polisi. Polisi mengklaim ada perlawanan dari Floyd. Aksi polisi dalam melumpuhkan Floyd terekam dalam berbagai video rekaman. Saat itu ia dalam keadaan sedang diborgol dan menelungkup di pinggir jalan, lehernya diinjak lutut salah seorang petugas polisi sekitar sembilan menit. Pria 46 tahun itu tewas karena kehabisan napas.
Dalam video itu terlihat George berkali-kali merintih kesakitan dan mengaku sulit bernafas. Ia bahkan sempat menangis dan memanggil ibunya sesaat sebelum tewas.
Empat polisi tersebut adalah Derek Chauvin, Tou Thao, Thomas Lane, dan J. Alexander Kueng yang bertanggung jawab atas kematian George memang dipecat keesokan harinya. Sejauh ini, hanya Chauvin yang didakwa atas pembunuhan, tapi semua orang yang terlibat ikut ditahan.