Empat instusi itu yakni kepolisian, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM dan Kementeri Dalam Negeri.
Mahfud akan memanggil Kemendagri soal data kependudukan Joko Tjandra. Kepolisian dan Kejaksaan Agung terkait penegakan hukum dan keamanan, sedangkan imigrasi terkait gerak-geriknya keluar masuk di Indonesia.
"Di dalam negara demokrasi itu, masyarakat harus tahu semua proses-proses yang tidak akan menyebabkan terbongkarnya rahasia, sehingga seseorang bisa tambah lari. Semua proses harus terbuka dan disoroti masyarakat," ucap Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/7/2020) lalu.
DJoko Tjandra menjadi buron kasus Cessie Bank Bali sejak 2009. Dia diketahui masuk ke Indonesia baru-baru ini dan sempat mendaftarkan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Terbaru, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakhrulloh menjelaskan, dalam database kependudukan, selama sembilan tahun Djoko Tjandra tidak melakukan transaksi dan belum merekam KTP-el.
Dalam kasus ini, kata Zudan, data penduduk dinonaktifkan dan akan aktif secara otomatis apabila yang bersangkutan datang dan merekam e-KTP-el.
Sementara, berdasarkan rekam jejak dalam database kependudukan, Djoko Tjandra mencetak KTP-el pada 21 Agustus 2008 dengan data sesuai database kependudukan. Kemudian, Djoko Tjandra mencetak KK pada 11 Januari 2011.
"Bersangkutan melakukan perekaman e-KTP pada 8 Juni 2020," kata Zudan.
Sejak terdata dalam database kependudukan pada 2008, yang bersangkutan merupakan WNI dengan tempat/tanggal lahir: Sanggau, 27 Agustus 1951, dan tidak pernah ada transaksi perubahan data hingga saat ini.
"Data kependudukan yang bersangkutan dari tahun 2008 sampai dengan 8 Juni 2020 tidak ada perubahan nama, alamat, tempat dan tanggal lahir," pungkas Zudan.