Menurut Ketua Koordinator Satgas Driver Online Jawa Barat Bersatu (DOJB) Aep Duyeh, untuk tuntutan terakhir dianggap merugikan pengemudi online karena terdapat dua potongan tarif masing-masing 20 persen dari aplikator dan resto. Aep mengatakan adanya seluruh beban itu dianggap memberatkan, apalagi pada masa pandemi COVID-19 sekarang.
“Dalam skema berkat itu kita dikasih uang bonus kalau lima trip cuma Rp 35.000. Kalau satu tripnya Rp 8.000 kali lima Rp 40.000, berarti kita dikasih bonus sama aplikator cuman Rp 35.000. Kalau sebelumnya itu bisa mencapai 30 poin dengan 20 kali narik, itu Rp 140 ribu jadi total hampir Rp 300 ribu lebih,” ujar Aep dalam keterangan resminya ditulis, Bandung, Senin (13/7/2020).
Aep menyebutkan sedangkan tuntutan ditiadakannya tes COVID-19 bagi pengemudi ojek online, dianggap percuma dilakukan. Alasannya, ongkos untuk melakukan tes COVID-19 dianggap terlalu mahal, sedangkan pendapatan yang diperoleh minim.
Aep menuturkan saat merebaknya pandemi korona, seluruh manajemen aplikator tidak memberikan layanan tes COVID-19 gratis kepada pengemudi. Sama halnya dengan pemerintah.
“Kalau gratis bersedia. Cuman gratis juga percuma, sekarang kita rapid tes misalkan pukul 12.00 WIB nanti pukul 14.00 WIB tidak tahu. Kita narik penumpang atau ada penumpang yang terpapar,” kata Aep.
Aep mengaku sebelumnya Pemerintah Kota Bandung memiliki itikad baik untuk membuka kembali layanan ojek online pada 9 Juli 2020. Baik dari manajemen aplikator dan pemerintah, telah bersepakat pada tanggal tersebut seluruh layanan ojek online dapat beroperasi kembali.
Namun tersebut tak kunjung dipenuhi dan itu memicu unjuk rasa. Jika otoritas yang berwenang tidak juga memenuhi janjinya usai unjuk rasa kali ini, seluruh pengemudi ojek online akan kembali melakukan hal serupa.
“Unjuk rasa ini sebelumnya telah diberitahukan kepada seluruh pengguna layanan ojek online. Pengumumannya sudah disebar di berbagai media sosial dan grup Whatsapp,” jelas Aep.