DPR Butuh Kritik

| 15 Feb 2018 09:52
DPR Butuh Kritik
Sidang paripurna DPR. (era.id)
Jakarta, era.id - Ketua DPR Bambang Soesatyo tiba-tiba saja menyatakan berkabung saat menyampaikan pidato penutupan masa sidang III tahun 2018 di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta. Dia sedih lantaran Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) disikapi sinis banyak pihak.

"Saya pakai baju hitam karena berkabung. Ketika kita membuka diri transparansi pada publik, kita dituding membunuh demokrasi dan antikritik," ucap Bambang, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/2018).

Tidak lama setelah itu, Bambang menyampaikan DPR tetap membutuhkan kritik. Ucapan itu ditandai dengan tayangan dalam dua layar besar di ruang sidang paripurna bertuliskan "kami butuh kritik." Tayangan itu disambut tepuk riuh peserta sidang paripurna.

Bambang menyampaikan, sebagai wakil rakyat, DPR tidak boleh menutup diri atas kritik yang disampaikan masyarakat. Khususnya terhadap kritik yang membangun karena bermanfaat sebagai vitamin penyegar demokrasi.

"Bahkan jika perlu, DPR akan membuat lomba kritik DPR terbaik, dengan para juri dari kalangan akademisi, tokoh masyarakat, dan pemerhati kebijakan publik," ujarnya.

Terkait dengan hak imunitas dan fungsi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam UU MD3, Bambang menyatakan banyak pihak yang salah mengartikan. Dia menjamin anggota DPR tidak kebal hukum meski pemeriksaan penegak hukum pada anggota dewan harus atas rekomendasi MKD dan izin presiden.

"Kita tentu semua sepakat, setiap profesi selain terikat kode etik dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, juga harus mendapatkan perlindungan hukum atas kehormatannya. Termasuk, anggota dewan," ungkap dia.

Pasal karet

Secara terpisah, dalam pernyataan tertulisnya, Direktur Institute for Transformation Studies (Intrans) Andi Saiful Haq menyayangkan munculnya Pasal 122 Huruf k dalam UU MD3 yang baru disahkan pemerintah dan DPR karena berpeluang jadi pasal karet. Dalam pasal tersebut diatur MKD bisa mengambil langkah hukum atau lainnya terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

"Untuk membungkam kritikan," kata Andi.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Syarif menyoroti Pasal 245 UU MD3 yang mengatur pemanggilan anggota DPR oleh penegak hukum harus seizin presiden dan atas pertimbangan MKD. Menurut Laode, pasal itu bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi karena semua sama di hadapan hukum, termasuk anggota DPR, sehingga tidak boleh ada pengecualian perorangan atau suatu kelompok.

"Menurut saya UU MD3 itu bertentangan putusan MK sebelumnya. Kalau sudah pernah dibatalkan, dianggap bertentangan dengan konstitusi dan dibuat lagi ya secara otomatis itu kita menganggapnya bertentangan dengan konstitusi dong," ucap Laode.

Rekomendasi