Tim Editor
Pengamat politik Adi Prayitno menilai pernyataan itu adalah sebuah ucapan politik. Menurutnya, pernyataan ini adalah langkah Kalla dalam mengukur respons publik terkait wacana pengusungannya sebagai cawapres.
"Itu kan pernyataan politik, kalau ada peluang, ada kesempatan dan kalau ada yang meyakinkan Pak JK bisa maju lagi why not? Kalau soal umur, Donald Trump juga tua kan," tuturnya, saat dihubungi era.id, di Jakarta, Selasa (27/2/2018).
Apalagi, kata Adi, jika ada pihak yang bersikukuh ingin memajukan kembali Jusuf Kalla menjadi cawapres, harusnya bukan posisi itu, tapi lebih tinggi, yaitu capres. Sebab, JK sudah dua kali menjadi wakil presiden, di era Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo.
"Kalau ada orang yang ngotot ingin Pak JK maju, mintalah posisi capres bukan cawapres. Misalnya Golkar masa dia tidak ingin mendorong internalnya untuk maju, meski ada Airlangga Hartarto tetapi JK sosok yang berpengaruh di Golkar," tuturnya.
"Jika banyak yang menginginkan dan lolos dari UU Pak JK saya kira sekarang posisinya bukan sebagai cawapres tapi layak calon presiden. Pak JK kan sudah dua kali sebagai wapres, dua kali pengalaman itu menjadi penting untuk menjadi calon presiden 2019,” katanya.
Apalagi, menurut Adi, saat ini Indonesia kekurangan calon presiden lantaran tokoh-tokoh lebih mengincar posisi calon wakil presiden mendampingi Jokowi pada pilpres 2019.
"Ini kan kita defisit soal calon presiden, jadi kalau muncul Pak JK akan ada alternatif calon pemimpin lain, dan ini baik,” tuturnya.
Selain Kalla, ternyata banyak yang rebutan jadi cawapres Jokowi. Era.id merangkum tokoh yang belakangan ini merapat ke Presiden ketujuh itu.
(Infografis/era.id)
