"Siapa pun dia harus ditindak dengan tegas karena telah melakukan penyebaran kebohongan (hoaks), ujaran kebencian, penghinaan, fitnah, adu domba dan pencemaran nama baik terhadap para pemimpin, tokoh agama dan pejabat negara," ujar Zainut.
Menurutnya, disamping bertentangan dengan hukum positif, memproduksi dan menyebarkan hoaks tidak dibenarkan menurut syariat Islam.
"Haram hukumnya, karena dapat menimbulkan keresahan, ketakutan, perpecahan, permusuhan yang dapat menimbulkan mafsadat (kerusakan) dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara," lanjutnya.
Penyidik Siber Bareskrim Polri telah menangkap enam anggota sindikat Muslim Cyber Amry (MCA). Mereka melakukan kejahatan di dunia maya dengan menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, dan penyerangan terhadap sejumlah ulama.
Menurut Ketua Satgas Nusantara Irjen Pol Gatot Eddy Purnomo, penyebaran hoaks yang dilakukan MCA di media sosial bermotif politik untuk menimbulkan keresahan di masyarkat.
"Dengan menyebarkan isu hoaks, mereka berharap dapat mendegradasi pemerintahan yang sah, menimbulkan keresahan di masyarakat, memecah belah bangsa yang akhirnya menimbulkan konflik sosial yang besar," kata Gatot.
Berkenaan dengan itu, Zainut meminta Polri bertindak cepat, proporsional, profesional, adil, dan transparan. Ia juga mendorong Polri agar penanganan kasus hoaks lebih fokus pada tindakan kriminalnya dan tidak mengaitkan pada identitas pelakunya.
"Apakah itu identitas suku, ras, etnis, golongan maupun agama pelakunya. Karena dikhawatirkan dapat menimbulkan ketersinggungan dan sentimen kelompok, sehingga kontra produktif karena akan menambah persoalan baru," jelas Zainut.
Dia juga menyampaikan MUI telah menetapkan Fatwa Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui media sosial.
Fatwa tersebut menyatakan setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan gibah (membicarakan keburukan atau aib orang lain), fitnah, namimah (adu domba), penyebaran permusuhan, aksi bullying, ujaran kebencian dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras atau antargolongan (SARA).