Kematian Arif Rahman Hakim, mahasiswa yang tertembak saat demonstrasi penggulingan Presiden Soekarno membuat demonstrasi tersebut semakin tak terkendali. Para mahasiswa itu berdemo menggunakan truk tentara, sebagiannya lagi berjalan kaki sambil membawa spanduk besar menuntut mundurnya Presiden Soekarno. Retool Kabinet yang artinya bersihkan kabinet terus dipekikkan mahasiswa.
Saat itu digelar rapat 100 Menteri Kabinet Dwikora II, yang merupakan rapat perdana kabinet tersebut. Kabinet ini adalah perombakan atau reshuffle Kabinet Dwikora yang dilantik pada tanggal 24 Februari 1966. Pada dasarnya, Kabinet Dwikora II juga dimaksudkan untuk mengakomodir kepentingan-kepentingan yang terbelah pasca peristiwa G30S.
Beberapa tokoh militer muda dirangkul untuk masuk kabinet antara lain Letjen Soeharto, Jenderal Pol Soekarno Djojonegoro, Komjen Pol Sumarto, Laksda Sri Mulyono Herlambang, Mayjen Ali Sadikin, Letjen Hidayat, Mayjen Sarbini, Mayjen Suprayogi, Brigjen Hartawan, Mayjen Azis Saleh, Brigjen Azhari, Brigjen Jusuf, Brigjen Ahmad Jusuf, Laksda Hamzah Atmohandojo, Mayjen TNI Satrio, Mayjen Achmadi, dan Mayjen Waluyo Puspoyudo.
Dari total 132 anggota kabinet yang diundang, dua di antaranya tidak hadir dalam rapat. Mereka adalah Frans Seda, dan Panglima Angkatan Darat Letjen Soeharto dengan alasan sakit.
Pertanyaan mengenai ketidakhadiran Soeharto menjadi pembicaraan menarik, terutama bagi elit-elit yang ternyata bertemu dengan Soeharto pada hari itu. Pertemuan itu konon terkait penggerakan tentara dalam demonstrasi, dan perintah kepada tiga jenderal untuk menemui Soekarno di Istana Bogor.
Eros Djarot dalam bukunya Misteri Supersemar menceritakan, Tiga jenderal yang bertemu dengan Soeharto saat itu ternyata juga hadir pada rapat kabinet. Mereka adalah Menteri Veteran Basuki Rachmad, Menteri Perindustrian M Jusuf, dan Panglima Kodam Jaya Amir Machmud.
Infografis (Rahmad/era.id)
Soeharto pura-pura sakit?
Dalam buku H. Amir Macmud Menjawab, Amir mengakui adanya pertemuan dirinya, Menteri Veteran Basuki Rachmad dan Menteri Perindustrian M. Jusuf di tangga sebelah kanan Istana negara. Pada pembicaraan tersebut, mereka menyepakati untuk bertemu dengan Soeharto di rumahnya, Jalan Agus Salim Nomor 98.
Surat kabar Harian Suara Karya edisi Maret 1973 menceritakan bagaimana kondisi pertemuan tersebut. Harian Suara Karya mewawancarai Kemal Idris, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Kemal bercerita bahwa ketiga jenderal tersebut bertemu Soekarno atas perintah Soeharto. Di hadapan mereka, Soeharto menyatakan bahwa beliau siap untuk mengambil alih stabilitas keamanan.
"Pak Harto siap memikul tanggung jawab apabila kewenangan diberikan kepada beliau, melaksanakan tritura," tutur Kemal.
Menariknya dalam pertemuan tersebut, Soeharto terlihat sehat. Bahkan, saat berdiskusi dengan ketiga jenderal itu, Soeharto mampu menjabarkan gagasan sekaligus strategi yang akan dijalankan tiga jenderal saat bertemu dengan Soekarno di Istana Bogor.
"Saya lihat sendiri, dia itu sehat walafiat," katanya.
Bahkan pernyataan Soeharto sakit pura-pura terlempar dari ucap Dahlan Ranuwiharjo, mantan anggota MPRS. Dahlan menyatakan bahwa Soeharto itu sakit politis, takut saat bertemu dengan Soekarno.
"Saya tahu betul Soeharto tidak berani berhadapan langsung dengan Soekarno. Sebab, kalau berhadapan langsung, Soeharto akan menjadi lemah," ujarnya.
Setelah bertemu dengan Soeharto, berangkatlah mereka bertiga menuju Istana Bogor. Dengan membawah perintah dari Soeharto, siasat transisi kekuasaan ada di tangan mereka.
Siasat yang pada akhirnya berhasil menjatuhkan Soekarno dari tampuk kepresidenan dan menggantikannya dengan sang komandan tertinggi, Presiden Soeharto.
(Infografis/era.id)