Salah satunya adalah ketika KPK menetapkan calon Gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus sebagai tersangka dugaan korusi pengadaan pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD tahun anggaran 2009 di Kepulauan Sula, Maluku Utara.
"Ketika Pak Agus (Ketua KPK Agus Rahardjo) bilang ini sudah 90 persen bahkan 99 persen waktu itu tidak ada hubungannya ingin mengganggu pesta demokrasi," ungkap Laode M. Syarief di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, (16/3/2018).
Menurut Syarief kasus ini merupakan perkara lama. Apalagi sebelumnya, kasus ini pernah ditangani Kepolisian Polda Maluku Utara. Namun, Ahmad Hidayat Mus sempat mengajukan praperadilan yang lantas dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Ternate dan akhirnya Polda Maluku pun mengeluarkan surat Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3).
"Ini sesuai dengan ritme kerja dan proses lidik sudah ada dan sekarang saatnya. Masa kita harus menunggu tiga bulan lagi?" kata Syarief.
Bahkan, Syarief menuturkan, saking lamanya kasus korupsi ini terjadi, tim KPK yang ke sana diminta pulang oleh warga sekitar. Warga menganggap kerja KPK akan sia-sia untuk mendalami kasus ini.
"Bahkan sampai bilang, sudahlah percuma... Maksudnya saking kesalnya dengan yang bersangkutan," kata Syarief.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Kepulauan Sula periode 2005-2010 Ahmad Hidayat Mus dan Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sula periode 2009-2014 Zainal Mus, sebagai tersangka.
Mereka diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Tahun 2009 di Kabupaten Kepulauan Sula.
Atas perbuatannya Ahmad dan Zainal disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.