Nantinya, KPU akan menuangkan larangan itu dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Selain buat tersangka korupsi, larangan itu juga bakal diberlakukan buat para koruptor yang merupakan residivis kasus korupsi.
Komisioner KPU, Ilham Saputra menuturkan, setelah melakukan uji publik terhadap rancangan PKPU itu, Senin depan 9 April 2019, KPU akan duduk bareng dengan Komisi II DPR dalam rapat dengar pendapat untuk membahas peraturan ini.
Ilham mengatakan, ini adalah terobosan penting yang dilakukan KPU. Terobosan ini diyakini Ilham dapat membantu masyarakat memilih wakil-wakil rakyat yang bersih.
"Korupsi ini banyak sekali, merusak secara sistemik, sehingga kami memberikan menu baru kepada masyarakat agar dapat memilih orang yang baik," tutur Ilham di sela-sela Uji Publik PKPU di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (5/3/2018).
"Tentu saja kita harus mengatur agar masyarakat disuguhkan calon-calon yang track record-nya baik dan tidak bermasalah," tambahnya.
Baca Juga : Paguyuban Tersangka Korupsi di DPRD Sumatera Utara
Infografis "Rekor Korupsi". (Wildan/era.id)
Aturan LHKPN dan penolakan parpol
Dalam PKPU ini, KPU juga bakal menetapkan peraturan yang mewajibkan para caleg menyertakan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Soal yang ini, beberapa partai politik (parpol) telah menyatakan penolakan.
Partai Demokrat misalnya, mereka menilai kewajiban penyertaan laporan LHKPN hanya tepat untuk diberlakukan kepada pejabat negara. Menurut Demokrat, KPU salah jika kewajiban itu diterapkan kepada caleg.
"LKHPN itu kan sebenarnya untuk pejabat negara. Sedangkan calon DPR dan DPRD itu belum menjadi pejabat negara," kata Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Demokrat, Andi Nurpati.
Baca Juga : Hak Politik Setya Novanto Dicabut
Selain itu, Demokrat juga menganggap wacana itu sebagai pelanggaran terhadap Undang-undang (UU). Demokrat bilang, di UU enggak ada tuh ketentuan yang mewajibkan para caleg untuk menyertakan laporan LHKPN.
"Kalau kita menafsirkan lebih jauh, (KPU) melanggar undang-undang dong. Karena tidak sebutkan dalam UU namun ditambahkan," kata Andi.
Sebaliknya, KPU melihat permasalahan korupsi sebagai hal serius yang harus ditangani dengan cara-cara khusus. Karena itu, segala hal yang mengatur pencegahan korupsi harus dituangkan dalam peraturan.
Terkait berbagai dinamika yang terjadi di lingkup parpol, KPU menganggap itu sebagai hal yang wajar. Buat KPU, mereka cuma ingin orang-orang terbaik dan bersih yang ada di dalam kertas suara pemilu nantinya.
"Sekali lagi kami sampaikan bahwa ingin ada kontestan pemilu yang bersih, baik, dan tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi. Dengan begitu, masyarakat bisa memilih orang yang relatif bersih dan baik," kata Ilham.