Pengumuman 32 Bank yang Sekarat

| 22 Apr 2018 06:05
Pengumuman 32 Bank yang Sekarat
Ilustrasi (Ira/era.id)
Jakarta, era.id - IMF mulai banyak terlibat dalam perbankan nasional terhitung sejak 15 Januari 1998 silam. Datang dengan membawa pinjaman senilai 40 miliar dolar AS. Namun pemerintah harus mengubah kebijakan fiskal, moneter hingga restrukturisasi sektor keuangan yang disepakati dalam letter of intent (LoI). Salah satunya, melikuidasi bank-bank sakit.

Pada 22 April, 20 tahun yang lalu, dari 54 bank nasional, tujuh dibekukan karena disinyalir dalam kondisi tidak sehat. Disusul 32 bank lainnya yang terpaksa harus 'dirawat' Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) karena mengalami 'sakit'. 'Pasien' BPPN tersebut tidak lagi diperkenankan untuk memberikan pinjaman baru, transaksi valuta asing, transaksi derivatif dan transaksi lainnya.

Pembekuan tersebut disampaikan Menteri Keuangan Fuad Bawazier setelah sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK). DPKEK sendiri merupakan buah hasil dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1998 yang ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1998 oleh Presiden Soeharto. 

Keppres diterbitkan atas sejumlah pertimbangan seperti gejolak moneter yang terjadi dan memberi pengaruh berat terhadap kehidupan perekonomian nasional dan cara untuk mengatasi akibat dan pengaruh gejolak tersebut. Apa isi Keppres tersebut?  

Pasal 1 Keppres itu menunjuk Presiden Soeharto sebagai Ketua DPKEK. Sementara di Pasal 2 'Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (berhak) melakukan pengendalian dan pengawasan pelaksanaan program reformasi dan restrukturisasi ekonomi dan keuangan'.

Infografis kondisi perbankan Indonesia 1998 (Ira/era.id)

Terkait penasihat DPKEK, Keppres mengindikasikan Dana Moneter Internasional atau IMF sebagai penasihat, sebagaimana tertuang di dalam Pasal 3. Dan Pasal 5 Keppres mengatakan, dalam usaha untuk mempertanggungjawabkan hasil pengendalian dan pengawasan, DPKEK berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Soeharto mencoba menekan pengaruh gejolak ekonomi moneter dengan menggunakan kuasanya sekaligus melibatkan IMF dalam upaya restorasi tersebut. Kebijakan pelibatan IMF ini sendiri bukan sesuatu yang baru pada masa Orde Baru, terutama setelah UU Penanaman Modal Asing yang sarat kepentingan asing diundangkan pada tahun 1967.

Tak lupa, di hari yang sama 22 April 1998, Pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan. Perppu tersebut didasari atas pertimbangan gejolak moneter yang telah bergulir sejak pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak buruk dan tidak menguntungkan terhadap kehidupan perekonomian nasional.

Selain itu, Perppu juga memberikan kesempatan kepada pihak kreditur dan perusahaan sebagai debitur untuk mengupayakan penyelesaian yang adil dan menerapkan pembentukan Pengadilan Komersial (Commercial Court).

Sebagaimana lazimnya jika gejolak moneter terjadi di suatu negara, pemerintah yang bersangkutan biasanya akan membuat beberapa keputusan dan ketetapan guna menstabilkan keadaan ekonomi. Sayangnya, berbagai kebijakan ini akhirnya gagal karena, kala itu, gejolak ekonomi justru dimanfaatkan untuk menjadi oli pergerakan reformasi agar rakyat lepas dari sistem ekonomi dan politik yang sangat represif.

Rekomendasi