Rini Tak Pernah Datang ke DPR Sejak 2016

| 29 Apr 2018 08:43
Rini Tak Pernah Datang ke DPR Sejak 2016
Ilustrasi (era.id)

Jakarta, era.id - Sejak tahun 2015, hubungan Menteri BUMN Rini Soemarno dan DPR memburuk. Hal tersebut terjadi setelah Pansus Angket Pelindo II menyerahkan hasil rekomendasinya ke Paripurna DPR pada 23 Desember 2015.

Salah satu poin dari rekomendasi tersebut adalah meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberhentikan Rini dari jabatannya sebagai Menteri Negara BUMN. Poin kedua dari rekomendasi terkait adalah melarang Rini hadir dan berkegiatan di DPR.

Atas rekomendasi itu, Rini belum pernah sekalipun hadir untuk membicarakan RKAKL (Rencana Kerja & Anggaran Kementerian Negara/Lembaga) APBN-P sejak tahun 2016. Rekomendasi tersebut keluar setelah Pansus Angket Pelindo II menemukan berbagai macam kesalahan aturan terkait proses perpanjangan kontrak Pelindo II dengan Hychinson Port Holding (HPH). 

Pansus mendapat temuan, Rini berdalih tidak mengetahui hukum perpanjangan kontrak, tetapi mengeluarkan izin prinsip perpanjangan kontrak. Padahal, Menteri Perhubungan saat itu telah melayangkan surat menolak perpanjangan kontrak.

Setelah rekomendasi itu, segala kebutuhan koneksi antara Menteri BUMN dengan Komisi VI DPR RI diwakili oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. 

Baca Juga : Kementerian BUMN Benarkan Percakapan Rini-Sofyan

Wakil Ketua Komisi VI, Inas Nasrullah juga berpandangan, dengan tidak datangnya Rini, maka fungsi penting dari kinerja DPR hilang yaitu pengawasan terhadap program kerja BUMN.

"DPR enggak bisa ngawasin, terhambat kita. DPR rugi selama ini," ujarnya saat diwawancarai awak era.id, Sabtu, (28/4/2018).

Makanya, Inas berpendapat DPR harus segera memparipurnakan permasalahan ini. Terutama untuk mencabut rekomendasi Pansus Pelindo II, sehingga Rini bisa hadir lagi ke DPR.

"Kita harus mengusulkan Pansus Pelindo untuk mencabut, terutama bagi teman-teman PDIP," ujarnya.

Baca Juga : Kementerian BUMN Didesak Buka Rekaman Rini-Sofyan

Saat ini, Inas ingin memanggil Rini ke DPR untuk mengkritisi kinerjanya. Apalagi setelah beredarnya rekaman percakapan Rini dengan Dirut PLN Sofyan Basir.

"Atas kejadian ini yang jelas melanggar UU No 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih. Memang dari awal enggak jelas soal tema rekamannya, tapi yang pasti konteksnya dia bantu kakaknya. Ini kan Nepotisme dan melanggar," kata Inas.

Baca Juga : LNG di Bojonegero, Proyek yang Dibicarakan Rini-Sofyan

Rekaman percakapan yang kini beredar luas di media sosial itu memang jadi perbincangan karena terselip dugaan membahas soal bagi-bagi fee proyek. Kementerian BUMN membenarkan adanya perbincangan tersebut. Tapi mereka membantah bila disebut perbincangan itu membahas pembagian fee proyek.

Mereka mengklaim, rekaman itu telah diedit sedemikian rupa. Padahal, percakapan yang sebenarnya membahas tentang rencana investasi proyek penyediaan energi yang melibatkan PLN dan Pertamina.

Rekaman percakapan Rini-Sofyan ini pertama kali diunggah akun instagram om_gadun, Jumat (27/4) dengan caption 'Dashyaaatttt...!!!! Mau kelanjutanhya? Om butuh 1000 likes #MafiaMigas #RIwayarpertaminakiNI'. Akun om_gadun itu mengunggah sebuah video yang berisi rekaman percakapan dengan cover tulisan 'Rini Soemarno' dan ' Sofyan Basir'. Akun ini belakangan mengubah nama menjadi walikota_parung. Kini, akun tersebut berganti nama jadi pertahanan_sipil.

 

Rekomendasi