Bawaslu: CFD Tidak Boleh Jadi Ajang Kampanye

| 30 Apr 2018 22:29
Bawaslu: CFD Tidak Boleh Jadi Ajang Kampanye
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja dan Fritz Edward Siregar. (Diah/era.id)
Jakarta, era.id - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja menginstruksikan Bawaslu tingkat provinsi serta Panwaslu kabupaten/kota untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah agar mengawasi kegiatan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau Car Free Day dari kegiatan politik.

Hal ini sekaligus menanggapi adanya tindakan persekusi sekelompok orang yang menggunakan kaus bertuliskan #2019GantiPresiden saat Car Free Day di Bundaran HI. 

"Kami harapkan pelaksanaan Car Free Day sesuai dengan peraturan Undang-Undang, Pergub, dan Perda yang berlaku. Hal tersebut diperlukan mengacu pada beberapa peristiwa yang terjadi pada beberapa waktu lalu yang perlu dicermati kembali agar pelaksanaan dilaksanakan aman dan sesuai dengan koridor undang-undang," kata Bagja di Kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (30//4/2018).

Untuk masalah ini, Bagja berpendapat, Bawaslu belum bisa menindak pihak terkait karena belum ada penetapan capres dan cawapres yang sah dari Komisi Pemilihan Umum.

"Kalau penggunaan hashtag itu masih dalam koridor kebebasan untuk berbicara dan berekspresi. Capres yang sah itu belum ada. Selama capres baru ada apabila ada surat keputusan yang dikeluarkan KPU," kata Bagja.

Baca Juga : Pelaku Persekusi di CFD Dilaporkan ke Polisi

Meski demikian, Bawaslu melarang partai politik untuk menjadikan hak kebebasan berekspresi individu tersebut sebagai ajang kampanye dengan menunjukkan nama, logo, dan nomor urut peserta pemilu.

"Kita kembalikan fungsi CFD sesuai dengan Perda dan Pergub. Jadi, tidak boleh digunakan sebagai ajang kampanye parpol tertentu," ungkap Bagja.

Terhadap kisruh sekelompok orang yang mengenakan kaus bertuliskan #2019GantiPresiden melakukan persekusi terhadap tiga orang yang mengenakan kaus bertuliskan #DiaSibukKerja, Bawaslu mempersilakan masyarakat untuk melaporkan kepada kepolisian setempat.

"Kalau ada yang memaksa orang lain untuk memakai kaus tertentu dan memaksa untuk setuju dengan pilihannya, maka itu termasuk dalam pelanggaran dan bisa masuk dalam pidana atas tindakan tidak menyenangkan. Penegakan hukum itu adalah penyelesaian terbaik jika tidak bisa diselesaikan dengan secara baik dan sosial dapat diselesaikan," tuturnya.

Rekomendasi