Ketua KPI Yuliandre Darwis mengatakan, jika sudah didefinisikan sebagai calon kandidat, maka tidak boleh tampil di media penyiaran.
"Kalau sudah didefinisikan sebagai calon tentu tidak boleh lagi tampil di media penyiaran," kata Andre di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat, kemarin.
Namun, larangan tersebut tidak berlaku jika konteksnya menyampaikan gagasan dan pemikiran dalam sebuah acara di media penyiaran. Meski demikian, penyamapaian gagasan itu pun harus dilakukan secara proporsional.
"Dalam artian semua calon misalnya lembaga penyiaran A menyiarkan sesuatu itu harus menyiarkan juga calon yang lain," ujar Andre.
Baca Juga : Bawaslu Panggil PSI soal Dugaan Pelanggaran Kampanye
(Infografis/era.id)
Baca Juga : Media Harus Ambil Peran Wujudkan Pemilu Damai
Larangan itu mencakup ketidakbolehan kandidat tampil dalam sinetron, iklan, talk show, ceramah, ucapan hari besar, dan lainnya. Hal ini, kata Andre, demi menjaga asas keseimbangan. "Pokoknya layar kaca hanya boleh digunakan ketika beliau tidak calon. Ini untuk asas keseimbangan supaya proporsional," tegasnya.
Tak hanya itu, KPI bersama gugus tugas lain yakni KPU, Bawaslu, Dewan Pers juga melarang adanya iklan partai politik. Larangan juga berlaku bagi iklan relawan calon yang menyertakan logo dan nomor urut partai atau calon, karena bagian dari citra diri partai.
Baca Juga : PSI Dibayang-bayangi Sanksi Pidana dari Bawaslu
(Infografis/era.id)
Baca Juga : Ketua KPU: Lembaga Survei Harus Transparan
Iklan relawan, kata Andre, hanya diperbolehkan jika tak disertai logo, nomor urut partai dan foto calon. Jika ditemukan adanya pelanggaran, KPI akan mengambil peran untuk menegur lembaga penyiaran terkait.
"Kalau media kan ada teguran sanksi satu panggilan kedua program tertentu, bahkan durasi jam akan dikurangi. Ada sanksi yang menjadi ukuran tertentu, programnya bisa aja diberhentikan," jelas Andre.