Menkumham: KPU Jangan Tabrak Undang-undang

| 31 May 2018 15:20
Menkumham: KPU Jangan Tabrak Undang-undang
Menkumham Yasonna H Laoly. (Jafriyal/era.id)
Jakarta, era.id - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menilai usulan Peraturan KPU (PKPU) yang melarang eks narapidana kasus korupsi maju dalam pemilu adalah hal yang melanggar undang-undang. Menurut Yasonna, jika ini dikabulkan, akan menjadi yurisprudensi lembaga lain melakukan hal yang sama.

"PKPU itu teknis. Kalau nanti dijalankan bahaya sekali. Nanti setiap lembaga membuat aturan yang menabrak UU di atasnya. 'Aku yang mau atur suka aku lah'," ujar Yasonna di Kantor Kemenkumham, Kamis (30/5/2018).

Yasonna pun meminta KPU menaati hierarki perundang-undangan. Karenanya, PKPU itu harus mengikuti undang-undang di atasnya. Menurut Yasonna ide baik harus dihasilkan dengan cara yang baik pula.

"Saya sarankan KPU jangan membiasakan diri menabrak UU. Kalau mau buat UU jadi anggota DPR saja," imbuh Yasonna.

Ketimbang memasukan larangan itu ke PKPU, Yasonna menyarankan KPU untuk menyurati parpol peserta pemilu. Surat yang menyarankan parpol untuk tidak mencalonkan eks napi kasus korupsi sebagai caleg.

"KPU juga bisa mengumumkan sendiri daftar nama eks napi korupsi. Itu teknis. Tapi kalau membuat aturan yang menghilangkan hak orang adalah kewenangan UU. Kita dukung ide baik tapi caranya salah," tandas Yasonna.

Untuk masalah ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah berkomentar. Dia mengatakan, usulan ini merupakan ranah kewenangan KPU. Tapi dia mengingatkan, semua orang punya hak berpolitik. Apalagi hak tersebut sudah diberikan dan diatur oleh konstitusi.

"Ya itu hak ya. Itu konstitusi memberikan hak. Tapi silahkan KPU menelaah. Kalau (menurut saya) itu hak, hak seseorang untuk berpolitik. Tapi, KPU bisa saja membuat aturan misalnya boleh ikut tapi diberi tanda 'mantan koruptor'," kata di Jakarta, seperti dikutip laman PresidenRI.go.id, Selasa (29/5).

Sebagai informasi, pada Selasa (22/5), PKPU ini ditolak oleh Komisi II DPR RI, Bawaslu, dan Kemendagri di dalam rapat dengar pendapat. Penolakan itu terjadi karena KPU dianggap melanggar UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Dalam Undang Undang itu dijelaskan, mantan narapidana yang selesai menjalankan masa hukuman selama lima tahun dapat kembali mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Namun, yang bersangkutan harus mengumumkan diri ke publik terkait kasus hukum yang pernah menjeratnya.

Rekomendasi