Pengamat: Kesepakatan Trump-Kim Harus Tindaklanjuti

| 13 Jun 2018 14:14
 Pengamat: Kesepakatan Trump-Kim Harus Tindaklanjuti
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un bertemu Presiden AS Donald Trump di Singapura. (ST PHOTO: KEVIN LIM)
Jakarta, era.id - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai kesepakatan yang ditandatangani Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dalam pertemuan di Pulau Sentosa, Singapura, harus ditindaklanjuti secara teknis dan komprehensif.

Apalagi, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Michael Pompeo dan pejabat tinggi dari Korut akan segera melakukan pembicaraan lebih lanjut terkait kesepakatan yang ditandatangani kedua tokoh tersebut.

"Presiden Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara telah membuat Joint Statement yang terdiri dari empat poin dalam pertemuannya di Singapura. Sebagaimana telah diduga. Statement tersebut masih bersifat umum dan kedua pemimpin sepakat untuk menindaklanjuti secara teknis," ujarnya, seperti dilansir Antara, di Jakarta, Rabu (13/6/2018).

Menurut Hikmahanto, masyarakat internasional perlu bersyukur, pertemuan Trump-Kim berjalan positif dan memberi suatu harapan bagi perdamaian abadi di Semenanjung Korea.

"Hanya saja dunia tidak seharusnya larut dalam kegembiraan. Masih ada sejumlah langkah yang harus dilakukan agar denuklirisasi di Korut terwujud dan bukannya tidak mungkin berbagai rintangan harus dihadapi," ucapnya.

Menurut Hikmahanto, rintangan pertama yang dihadapi berkaitan dengan perilaku Donald Trump, mengingat setelah pertemuan, Trump merasa dirinya keluar sebagai pemenang perang. Kata dia, perilaku seperti ini akan memprovokasi Kim Jong Un, bahkan rakyat Korut, untuk bereaksi negatif dan berdampak pada perundingan teknis.

Baca Juga : Empat Poin Hasil Pertemuan Trump-Kim

Rintangan kedua, lanjut dia, dunia perlu memperhatikan situasi politik dalam negeri di Korut. Sebab, bila ada loyalis orang tua dan kakek Kim Jong Un yang kecewa dengan hasil pertemuan, akan menjadi pertanyaan apakah mereka tidak akan melakukan kudeta atas kepemimpinan Kim Jong Un. 

"Bila kudeta terjadi lagi-lagi ini akan berdampak pada pertemuan teknis," tuturnya.

Selanjutnya, kata Hikmahanto, yang menjadi tantangan adalah apa rumusan-rumusan teknis sebagai tindak lanjut dari kesepakatan Trump dan Kim.

"Semisal program denuklirisasi Korut apakah akan disertai dengan penarikan mundur tentara AS di Korea Selatan, bahkan Jepang," tuturnya.

Baca Juga : Trump Optimistis Kim Jong-un Sepakat Denukrilisasi

Termasuk, menurut Hikmahanto, apakah kelanjutan Dinasti Kim akan dijamin keberlanjutannya di Korut seiring dengan lebih sejahtera rakyat Korut, terwujud demokratisasi dan penghormatan terhadap HAM.

"Dalam kaitan ini, apakah AS dapat menahan diri untuk tidak terlibat dalam penjatuhan Rezim Kim," jelasnya.

Menurut Hikmahanto, kekhawatiran ini menilik dari pengalaman sejumlah negara di Timur Tengah dengan AS berada di belakang pemberontak yang ingin menjatuhkan pemimpin yang otoriter, mulai Saddam Hussein hingga Muammar Gaddafi.

"Tentu masih banyak lagi isu-isu yang menjadi tantangan bagi tim teknis untuk dapat dirumuskan," ucapnya.

Rekomendasi