"Jangan ketua umum partai. Kalau dari ketum partai akan merusak konsolidasi dan soliditas koalisi. Terutama belum tentu PDIP terima," kata Hanta kepada wartawan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Sabtu (23/6/2018).
Untuk itu, Hanta menyarankan agar Jokowi memilih orang non-partai, atau meski dari partai yang bersangkutan tetapi tidak menjabat sebagai ketua umum. Terpenting lagi, lanjut Hanta, figur cawapres Jokowi memiliki modalitas elektoral dan pengalaman yang cukup untuk saling melengkapi.
Sementara itu, Hanta menyarankan hal berbeda bagi penantang kuat Jokowi, Prabowo Subianto. Prabowo dinilai butuh figur yang berasal dari partai untuk memperkuat koalisinya.
(Infografis/era.id)
"Prabowo karena beliau Partai Gerindra wakilnya bisa jadi terpaksa memilih orang partai seperti misalnya, PKS atau Partai Demokrat. Sehingg lengkap partainya," jelasnya.
Apalagi, ia menilai koalisi partai yang mendukung Jokowi sudah cukup kuat dan lengkap. Berbeda dengan koalisi partai pengusung Prabowo yang belum kuat. Sehingga, bila Jokowi salah mengambil cawapres, maka bukan tidak mungkin ia akan ditinggalkan oleh koalisinya.