Menanggapi hal tersebut, Direktur Informasi BIN Wawan Purwanto menyarankan agar Ketua Umum Partai Demokrat tersebut melaporkan temuannya terkait ketidaknetralan BIN kepada Bawaslu.
"Jika ada isu ketidaknetralan, bisa disampaikan ke Bawaslu atau Panwaslu, juga ke KPU atau bahkan ke Mahkamah Konstitusi jika ada tuntutan hukum, dan tentunya harus dengan didukung bukti-bukti. Jika ada bukti ya silakan diajukan, jika tidak ada bukti maka tidak bisa diproses lebih lanjut," kata Wawan saat dihubungi era.id, Minggu (24/6/2018).
Wawan memastikan BIN diawasi oleh banyak instrumen, baik secara internal maupun eksternal. Dari sisi internal, ada inspektorat dan atasan penegak hukum yang tidak segan memproses anggota BIN yang tidak netral dalam pilkada.
"Jadi jika ada pelanggaran ada sanksi baik internal BIN dari atasan yang berwenang menghukum (Ankum) maupun pertanggungjawaban publik di DPR serta juga pertanggungjawaban anggaran di BPK. Semua sudah ada koridornya," jelas Wawan.
Wawan menegaskan lembaganya bekerja dengan sikap yang netral dan tidak memihak kepada siapapun dalam pelaksanaan Pilkada, Pileg maupun Pilpres.
"Pegangan BIN adalah konstitusi, mengamankan dan mengawal agar tahapan pemilu dapat berjalan sesuai ketentuan yang telah digariskan. Siapapun pemenangnya ya harus ditegakhormati. Pemerintah boleh silih berganti namun BIN tetap harus ada guna menjaga marwah Pancasila dan UUD 1945," jelasnya.
Agar kalian lebih paham, sebelumnya SBY dalam kampanye Partai Demokrat untuk pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi di Jawa Barat sempat menyebut soal aparat yang tidak bersikap netral. Dia meminta aparat netral menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 pada 27 Juni mendatang.
"Yang saya sampaikan ini cerita tentang ketidaknetralan elemen atau oknum dari BIN, Polri, dan TNI. Itu ada nyatanya, ada kejadiannya, bukan hoax, sekali lagi ini oknum, namanya organisasi Badan Intelijen Negara atau BIN, Polri, dan TNI itu tidak baik," kata SBY di Bogor, Sabtu (23/6) kemarin.