Dilansir dari Wall Street Journal, aturan ambang batas kepemilikan saham China tersebut dapat berubah sebelum peraturan disahkan pada hari Jumat (29/6/2018).
Langkah ini menandai eskalasi konflik perdagangan Presiden Donald Trump untuk melawan China. Argumen utama presiden AS tersebut ialah China berusaha mengacaukan pasar keuangan AS dan melemahkan pertumbuhan global.
Saat ini, tarif atas barang-barang China senilai 34 miliar dolar AS dengan total potensi pendapatan negara mencapai 450 miliar dolar AS.
China sendiri diprediksi akan meningkatkan kemampuan industri teknologinya dalam bidang teknologi informasi, aerospace, rekayasa kelautan, farmasi, kendaraan energi terbarukan, robotika, dan industri lainnya.
Departemen Perdagangan AS dan Dewan Keamanan Nasional kini juga sedang menggodok wacana untuk mengusulkan kontrol ekspor agar teknologi itu tidak dikirim ke China.
Selain itu, Departemen Keuangan AS juga direncanakan akan menyusun kembali Undang-Undang Darurat Ekonomi Nasional Tahun 1977 (IEEPA) untuk menyusun pembatasan ini.
UU itu berpotensi memberi Trump wewenang untuk membatasi bahkan meniadakan investasi yang dianggap mengganggu keamanan nasional. Sebelumnya IEEPA telah digunakan pada peristiwa 9/11, tahun 2011 untuk memotong pembiayaan jaringan teroris.
Gedung Putih pada 29 Mei lalu telah menyatakan, AS akan melakukan pembatasan investasi dari perusahaan-perusahaan China di Amerika Serikat, dan kontrol ekspor berbagai barang dari China.