'Sulap-selip' Pasal Omnibus Law

ERA.id - Polemik Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) masih terus terjadi, meskipun sudah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 5 Oktober lalu. Nyatanya, tak hanya jumlah halaman naskah final saja yang berubah-ubah, tapi juga ada pasal yang dihapus yakni Pasal 46 tentang Minyak dan Gas Bumi 

Semula, jumlah halaman bertambah menjadi 1.187 halaman dari semula 812 halaman. Kemudian Pasal 46 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) dihapuskan, dan terdapat pergeseran Bab terkait Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan Pajak dan Retribusi yang diduga 'disulap'.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKS Mulyanto membeberkan, usulan revisi tersebut berasal dari Sekretariat Negara (Setneg). Bukan cuma Pasal 46, tapi mereka juga meminta Baleg DPR RI merevisi 158 item dalam 88 halaman. Setneg mengajukan usulan itu pada 16 Oktober atau berselang dua hari sejak naskah final UU Cipta Kerja dierahkan DPR ke Setneg pada 14 Oktober lalu.

"Sebelumnya Sekretariat Negara mengusulkan perbaikan draf RUU Cipta Kerja sebanyak 158 item dalam dokumen setebal 88 halaman berdasarkan recall tanggal 16 Oktober 2020 kepada Baleg (Badan Legislatif)," ungkap Mulyanto kepada ERA.id, Jumat (23/10/2020).

Mulyanto menduga, tindak lanjut dari usulan Setneg itu adalah perbaikan dan setting akhir yang mengakibatkan penambahan halaman dalam naskah UU Cipta Kerja terbaru.

Selain itu, Mulyanto juga mengungkapkan bahwa Pasal 46 tentang Minyak dan Gas Bumi masih tercantum dalam naskah UU Cipta Kerja versi 905 halaman yang akan disahkan dalam Rapat Paripurna. Namun, sesuai dengan keputusan rapat Panitia Kerja (Panja) Rancangan UU Cipta Kerja, Pasal 46 sepakat untuk dihapus.

"Dalam dokumen 5 Oktober (naskah 905 halaman) pasal 46 tersebut masih ada, sehingga minta dihapus sesuai keputusan Panja," kata Mulyanto.

Meski sudah diminta untuk direvisi, kenyataannya dalam naskah versi 812 halaman Pasal 46 tak dihapus sepenuhnya melainkan hanya satu ayat saja, yaitu ayat 5. Sehingga Pasal 46 ayat 1 hingga 4 masih ada.

Hal itu diketahui pada tanggal 12 Oktober, atau dua hari sebelum Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar menyerahkan naskah final UU Cipta Kerja kepada Setneg untuk ditandatangani Presiden Joko Widodo.

"(Baru) dalam dokumen terakhir (1.187 halaman), pasal 46 tersebut ingin dihapus sesuai kesepakatan Panja," kata Mulyanto.

Terkait revisi usulan Setneg itu, Mulyanto mengatakan yang menangani revisi naskah UU Cipta Kerja adalah pimpinan Baleg. Sebagai anggota biasa, dia tak mengetahui alur pembahasannya, apalagi Panja RUU Cipta Kerja sudah bubar.

"Ya, berarti pimpinan Baleg," kata Mulyanto.

Pasal Selipan?

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menduga pasal tentang minyak dan gas bumi yang dihapus setjen terakhir merupakan satu dari sekian banyak uji coba utak-atik UU Ciptaker yang lolos selama waktu tujuh hari setelah disahkan. 

"Saya sih menduga ini satu dari sekian banyak pasal selundupan yang dimasukkan pasca paripurna. Ngeles aja DPR yang mengatakan mereka hanya melakukan koreksi soal teknis," katanya saat dihubungi, Jumat (23/10/2020). 

Menurutnya, pasal tentang minyak dan gas bumi memang sangat mungkin merupakan 'selipan' investor atau pengusaha tertentu. Beruntung pasal itu diselamatkan oleh ketelitian Setjen.

"Dengan temuan adanya pasal selundupan itu, saya kira sudah tak ada gunanya membicarakan keabsahan UU  ini. Tak ada.alasan Presiden mengesahkan UU ini diantara kekacauan naskahnya," sambung Lucius.

Dengan kejadian pasal yang dihapus ini, ia menduga pasal yang dihapus menguatkan dugaan ketakberesan UU Ciptaker ini, sehingga sudah cukup alasan bagi presiden untuk membatalkan undang-undang ini karena sulit dipertanggungjawabkan isinya.

"Ini UU lho dan dipermainkan begitu saja oleh DPR. Bayangkan kalau pasal yang diselundupkan itu berisi perintah membunuh orang dan Setjen tak mengeceknya kembali sebelum diundangkan?" tegasnya.

Sedangkan, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas membenarkan soal hilangnya Pasal 46 tentang Minyak dan Gas Bumi dari nakah Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja versi 1.187 halaman. Dia mengatakan, pasal tersebut seharusnya memang dihapuskan sesuai keputusan Panitia Kerja (Panja) Rancangan UU Cipta Kerja.

Untuk diketahui Pasal 46 memuat tentang pemindahan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hal itu merupakan usulan pemerintah, tetapi ditolak dalam rapat Panja.

"Terkait pasal 46 yang koreksi itu, itu benar. Jadi kebetulan Setneg yang temukan, jadi itu seharusnya memang dihapus, itu kan terkait dengan tugas BPH (Badan Pengatur Hilir) Migas," ungkap Supratman kepada wartawan, Kamis (22/10/2020).