Krisis COVID-19 di AS Seperti Perang, Trump Masih Cuek

ERA.id - Presiden Donald Trump terus dikritik karena mencegah pejabat kesehatan di pemerintahannya bertemu dengan tim transisi Presiden-terpilih Joe Biden, sementara krisis COVID-19 di Amerika Serikat keadaannya semakin buruk.

Kritik datang pertama-tama dari sejumlah pejabat pemerintahan Trump sendiri, yang khawatir atas tingkat kematian akibat COVID-19 yang menyentuh angka 1.000 kematian per hari. Lebih dari 246.000 warga AS telah meninggal oleh infeksi ini, seperti disampaikan CNN, Selasa (17/11/2020).

Namun, berita positif mengenai dua vaksin COVID-19, masing-masing dari Pfizer dan Moderna, dibayang-bayangi oleh sikap Presiden Trump yang masih terobsesi dengan kekalahannya dalam Pilpres AS. Sikap Donald Trump yang mengabaikan krisis kemanusiaan di As ini disinggung oleh salah satu pakar penyakit menular di negeri Paman Sam, Dr. Anthony Fauci, yang meyakini bahwa "tentu saja akan lebih baik bila kita mulai bekerja sama" dengan tim transisi Biden sebellum sang presiden-terpilih diinagurasi pada 20 Januari nanti.

"Ini seperti memberikan baton dalam sebuah balapan estafet - tentu saja Anda tidak ingin berhenti dan memberikannya ke orang lain," kata Fauci di acara CNN State of the Union, Minggu lalu. "Anda tentu ingin tetap berlari. Itulah arti sebenarnya dari proses transisi."

Calon kepala staf Gedung Putih Ron Klain pada Minggu masih mengakui bahwa tim Biden masih belum bisa bertemu secara resmi dengan pakar di pemerintahan AS, seperti Dr. Fauci, karena Presiden Trump masih menolak meresmikan masa transisi ke pemerintahan mendatang.

Tim transisi Biden yang makin hari makin membutuhkan prasarana masa transisi yang lebih baik - misalnya seperti ruangan kantor, pertemuan dengan badan-badan pemerintahan, serta dana miliaran rupiah - juga mulai menggunakan istilah yang mengisyaratkan keterdesakan dan kritisnya situasi di AS saat ini.

Anggota tim penasihat Biden, Dr. Celine Gounder, berbicara pada CNN hari Sabtu lalu, mengatakan bahwa situasi di AS saat ini menyerupai situasi perang atau serangan terorisme, dan mereka perlu membebaskan diri. "Kita perlu mempersiapkan diri. Ketika kami tidak punya data-data penting itu, ada banyak hal yang tidak bisa kami antisipasi sehingga membuat kondisi kita makin rentan."

Seorang pakar independen, Dr. Peter Hotez dari Baylor College of Medicine, mengutip sebuah riset ilmiah di mana tiap harinya, per Januari, ada 2.500 warga AS yang beresiko meninggal karena COVID-19. Ia menyebut situasi di AS merupakan 'malapetakan kemanusiaan' yang diperburuk oleh keputusan-keputusan Trump.

"Menurut saya tak ada momen segenting ini dalam sejarah Amerika modern," kata Hotez pada CNN. "Kita memerlukan proses transisi yang berjalan lancar. Namun, faktanya, hal tersebut tak akan terjadi saat ini. Akan ada banyak nyawa yang melayang, dan itu sangat menyedihkan."